Perang Pandan, Tradisi Sakral Desa Tenganan Bali
- https://www.instagram.com/visitbali.indonesia/p/B10Dj37g1Mg/
Gumi Bali, VIVA Bali – Setiap Juni puluhan pria Desa Tenganan Karangasem Bali bertelanjang dada saling memukul menggunakan daun pandan berduri dalam ritual Mekare-kare untuk menghormati Dewa Indra sang dewa perang dan para leluhur.
Dikutip dari laman Data Pokok Kebahasaan Dan Kesastraan Kemdikbud, Mekare-kare atau Upacara Perang Pandan adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra juga para leluhur. Perang Pandan diadakan pada bulan Juni tiap tahun di Desa Tenganan salah satu desa tua di Bali yang disebut Bali Aga.
Upacara keagamaan terbesar di Desa Tenganan ini diadakan selama dua hari sebagai bagian dari upacara Sasih Sembah. Pelaksanaan upacara Mekare-kare dilakukan di depan balai pertemuan yang ada di halaman desa dimulai jam 2 sore.
Ritual Nyunggi Pembersihan Sebelum Perang
Close Up Pertarungan Sengit Perang Pandan
- https://content.api.news/v3/images/bin/cb054d7999408feed67c781787877ae9?width=1024
Sebelum ritual Perang Pandan dimulai para pemuda desa melakukan ritual Nyunggi atau pembersihan spiritual. Dikutip dari laman Will Meyrick, ritual ini merupakan persiapan penting sebelum para peserta terlibat dalam pertarungan sakral menggunakan daun pandan berduri.
Semua warga menggunakan pakaian adat Tenganan berupa kain tenun Pegringsingan. Para pria hanya menggunakan sarung atau kamen selendang saput dan ikat kepala udeng tanpa baju bertelanjang dada. Ritual diawali dengan upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan.
Senjata Pandan Berduri dan Perisai Rotan
Senjata yang digunakan dalam ritual ini adalah daun pandan berduri yang diikat menjadi satu berbentuk gada sementara perisai terbuat dari anyaman rotan. Dikutip dari jurnal Vidyottama Sanatana, setiap pria mulai naik remaja di desa ini wajib ikut dalam pelaksanaan Perang Pandan.
Panggung berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi dengan tinggi sekitar 1 meter tanpa tali pengaman mengelilingi. Ritual dimulai dengan minum tuak yang dituangkan dari dalam bambu ke daun pisang yang berfungsi seperti gelas. Peserta perang saling menuangkan tuak itu ke daun pisang peserta lain kemudian tuak tersebut dikumpulkan dan dibuang ke samping panggung.
Pertarungan Tanpa Dendam
Pemuda Menerima Serangan Dalam Ritual Mekare-kare
- https://tourism.karangasemkab.go.id/wp-content/uploads/2022/07/kare2.jpg
Saat upacara akan dimulai seorang pemimpin adat Desa Tenganan memberi aba-aba dengan suaranya lalu dua pemuda bersiap-siap. Mereka berhadap-hadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai rotan di tangan kiri. Penengah layaknya wasit berdiri di antara dua pemuda.
Setelah penengah mengangkat tangan tinggi-tinggi dua pemuda saling menyerang. Mereka memukul punggung lawan dengan cara merangkulnya terlebih dulu saling berpelukan sambil memukul punggung dengan daun pandan lalu menggeretnya. Karena itu ritual ini disebut juga megeret pandan.
Gamelan Selonding dan Atmosfer Sakral
Peserta perang yang lain bersorak memberi semangat sementara gamelan selonding khas Tenganan ditabuh dengan tempo cepat. Dua pemuda saling berangkulan dan memukul hingga jatuh kemudian penengah memisahkan keduanya dibantu pemedek yang lain. Pertandingan tidak berlangsung lama kurang dari satu menit lalu langsung disambung pertandingan berikutnya selama kurang lebih 3 jam.
Dikutip dari Wikipedia semua luka gores diobati dengan ramuan tradisional berbahan kunyit yang konon sangat ampuh untuk menyembuhkan luka. Pada saat itu karena mereka melakukannya dengan ikhlas dan gembira tidak ada yang kesakitan menangis menyesal bahkan marah.
Warisan Bali Aga yang Terjaga
Tradisi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra dewa perang yang dihormati dengan darah lewat upacara perang pandan. Dilakukan tanpa rasa dendam bahkan dengan senyum ceria meski harus saling melukai dengan duri pandan.
Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu desa Bali Aga yang mempertahankan tradisi asli Bali sejak sebelum era Kerajaan Majapahit. Perang Pandan ditutup dengan bersembahyang di Pura setempat dilengkapi dengan mempersembahkan tari Rejan.