Kendala Modal Usaha, 50 Koperasi Merah Putih Belum Jalan
- Ramli Ahmad/VIVA Bali
Mataram, VIVA Bali – Kehadiran Koperasi Merah Putih, yang diharapkan menjadi penunjang ekonomi masyarakat Kota Mataram, saat ini menunjukkan operasional yang kurang optimal. Sejak dicanangkan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi lokal, setidaknya 50 koperasi telah diluncurkan namun masih terhambat oleh kurangnya modal kerja.
Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kota Mataram, M. Ramadhani, mengungkapkan bahwa hingga saat ini baru segelintir koperasi yang secara serius mengupayakan pendanaan. “Saat ini, baru ada tiga koperasi yang aktif berkomunikasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mengajukan pendanaan,” ujar Ramadhani, Selasa 12 Agustus 2025.
Ia menjelaskan bahwa koperasi-koperasi tersebut dapat mengajukan plafon pinjaman hingga mencapai Rp3 miliar. Namun, proses pengajuan memerlukan penilaian kelayakan yang ketat. Dua koperasi dari Bintaro dan satu di Rembiga merupakan contoh yang telah berusaha secara serius untuk mendapatkan modal usaha. “Koperasi ini sudah kami usulkan, sekarang tinggal menunggu proses dari Himbara,” tambahnya.
Ironisnya, mayoritas koperasi yang ada di Mataram masih terjebak pada tahap administrasi karena belum memiliki modal kerja yang memadai. Ramadhani menegaskan bahwa seharusnya sumber modal awal koperasi berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota secara swadaya. “Mereka harus punya swadaya, jangan hanya menunggu bantuan,” tegasnya.
Meskipun program ini telah diluncurkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada 21 Juli lalu, antusiasme dari para pengurus koperasi untuk mengejar permodalan masih minim. Ramadhani tidak dapat memastikan jumlah koperasi yang benar-benar telah beroperasi secara mandiri. “Saya belum melihat langsung. Sejauh ini, yang saya tahu mereka baru menyiapkan administrasi,” jelasnya.
Rencana bisnis Koperasi Merah Putih diklaim sudah matang, dengan target untuk menjadi agen penyalur kebutuhan pokok masyarakat, termasuk beras dari Bulog dan elpiji dari Pertamina. Namun, adanya keterbatasan modal membuat rencana ini hanya tinggal wacana.
Selain masalah modal, Ramadhani juga mencatat adanya kendala lain yang penting, seperti ketersediaan tempat berjualan dan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. “Jangan sampai cuma ada papan nama, tetapi usahanya tidak jelas. Tempat dan SDM-nya harus kita siapkan,” paparnya.