Hingga 2024, LPSK Salurkan Hak Kompensasi Senilai Rp113 Miliar untuk 785 Korban Terorisme Masa Lalu

Ketua LPSK, Achmadi
Sumber :
  • Maha Liarosh/ VIVA Bali

Denpasar, VIVA Bali –Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi mengatakan, korban tindak pidana terorisme masa lalu berhak mendapatkan kompensasi, bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial.

Polisi Tangkap Pencuri Motor Korban Kecelakaan saat Transaksi COD di Denpasar

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 membuka ruang yang sangat progresif bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu. 

"Sampai saat ini masih ada korban yang belum mendapatkan haknya, termasuk bagaimana mengakses permohonan," kata Achmadi kepada Bali.viva.co.id di sela-sela acara sosialisasi Kompensasi Korban Terorisme Masa Lalu (KTML) di Prime Plaza, Sanur, Denpasar, Kamis, 17 Juli 2025.

Eks Karyawan Nekat Bobol Brankas Arena Bermain TimeZone Level 21, Bawa Kabur Uang Rp127 Juta untuk Bayar Pinjol

Keterbatasan akses itu karena adanya batas waktu pengajuan selama tiga tahun yang diatur dalam undang-undang.

Namun, pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan keputusan nomor 103/PUU-XXI/2023 atas pengujian materiil Pasal 43L ayat (4) UU 5/2018, batas waktu pengajuan kompensasi dan bantuan bagi korban diperpanjang hingga 22 Juni 2028.

Bergaya Santai. WNA Buronan Interpol Diekstradisi dari Bali ke Rusia Hanya Pakai Sandal Jepit

Dalam kurun waktu 2016 hingga 2024, LPSK telah menyalurkan hak kompensasi sebesar Rp113 miliar kepada 785 orang korban. 

Kompensasi diberikan melalui putusan pengadilan sebanyak 213 orang, maupun mekanisme khusus non pengadilan untuk korban terorisme masa lalu sebanyak 572 orang. 

"Sosialisasi ini penting kami lakukan agar korban tindak pidana terorisme masa lalu mendapatkan haknya," kata Achmadi. 

Kompensasi yang diberikan untuk korban meninggal dunia sebesar Rp250 juta dan korban luka Rp215 juta.

Sementara itu Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengungkapkan, bagi Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi korban terorisme masa lalu yang telah mendapat kompensasi di negaranya,  tidak berhak mendapat kompensasi dari Indonesia. 

Untuk menberikan kompensasi kepada WNA, korban WNA harus melampirian surat keterangan dari BNPT yang menyatakan WNA itu merupakan kprban terorisme yang ada di Indonesia. 

"Di Bali sebelumnya kita sudah memberikan kompensasi kepada korban WNA yang memang menjadi korban dan kita cek belum memdapatkan kompensasi dari negara seperti dari Amerika, Belanda, untuk Australia tidak kita berikan karena negaranya sudah memberikan kompensasi," jelas Susilaningtias.

Saat ini kata Susi LSPK masih terus melakukan identifikasi bagi korban terosisme masa lalu yang belum mendapatkan kompensasi.