Kacau! Siswa Tinggal di Jembrana Diterima Sekolah di Buleleng Berjarak 35 Km, Kok bisa?
- Dok. I Ketut Suastika/ VIVA Bali
Jembrana, VIVA Bali –Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) banyak dikeluhkan orang tua siswa, jelang sepekan masuk tahun ajaran baru yang direncanakan 21 Juli 2025 mendatang.
Di antaranya Nyoman yang mengaku SPMB tahun ini membuat dirinya bingung, hingga anaknya saat ini ngambek.
"Anak saya sekarang ngambek nggak mau sekolah karena diterima di sekolah yang jauh dari rumah. Sementara teman-temannya banyak diterima yang dekat dari rumah," katanya pada Bali.viva.co.id, Minggu, 13 Juli 2025.
Diungkapkan Nyoman, anaknya masuk SMA melalui tiga jalur, yakni domisili, nilai rapor dan jalur prestasi non akademik.
Jarak sekolah yang terdekat sekitar 3 kilometer justru tidak diterima, malah diterima di SMA Negeri yang berjarak sekitar 10 kilometer.
"Yang membuat semakin kecewa lagi, ada siswa yang memiliki nilai seleksi di bawah anak saya dan rumahnya lebih jauh malah diterima di sekolah deket rumah saya," ungkapnya.
Ternyata apa yang dikeluhkan Nyoman ini juga dialami puluhan orang tua di Jembrana atau bahkan di daerah lain.
Diungkapkan anggota DPRD Jembrana I Ketut Suastika yang mengaku kedatangan puluhan orang tua bersama anaknya dari Kecamatan Melaya dan Negara di rumahnya.
"Sistem penerimaan siswa baru kali ini menimbulkan masalah yang luar biasa. Ada warga di satu wilayah dan desa bertetangga dengan sekolah terdekat justru tidak diterima," kata Suastika dalam video yang diterima Bali.viva.co.id. Minggu, 13 Juli 2025.
Yang membuat Suastika lebih kaget lagi, ada siswa yang tinggal di Jembrana diterima di SMA Negeri 2 Gerokgak, Buleleng berjarak sekitar 35 kilometer dari rumahnya.
"Ini tentu menjadi masalah besar tak hanya untuk siswa tapi juga orang tua, mereka tidak mungkin mengantar setiap hari karena harus bekerja. Kendala lain tidak ada angkutan ke sekolah itu yang berangkat sepagi itu, karena mereka harus berangkat jam 4 pagi," papar Suastika lagi.
Bahkan ada siswa yang tinggal di Desa Tukadaya diterima di SMA Negeri 2 Gerokgak jaraknya lebih jauh lagi, yakni 50 kilometer.
"Penerimaan siswa tahun ini perlu diperbarui dan disempurnakan. Tolong untuk pemangku kebijakan dapat mengakomodir mereka," kata Suastika.
Dengan sistem ini mereka menolak untuk daftar ulang sehingga mengancam angka putus sekolah.
"Kalau sampai ini terjadi tentu pemerintah telah melanggar Undang-Undang tentang pendidikan dasar. Jangan sampai anak-anak tidak melanjutkan sekolah karena kondisi sistem penerimaan siswa yang amburadul," jelasnya.
Harapannya pemerintah segera mencarikan solusi jangka pendek, apakah menambah ruang kelas atau memberikan fasilitas angkutan gratis untuk anak-anak yang diterima sekolah jauh.