Kuning Keemasan Borneo, Simbol Kejayaan, Sakralitas, dan Takhta Dewata

warna kuning sebagai simbol sakral
Sumber :
  • https://simdapokbud.banjarkab.go.id/objek-budaya/cagar-budaya/70

Budaya, VIVA Bali – Di tengah hijaunya hutan tropis dan cokelatnya aliran sungai, satu warna berdiri menonjol dengan aura kemuliaan, yaitu kuning. Bagi masyarakat Kalimantan—baik Suku Dayak di pedalaman maupun masyarakat Melayu Banjar dan Kutai di pesisir—warna kuning bukanlah sekadar pigmen. Ia adalah representasi visual dari keagungan, kekuasaan, dan dimensi spiritual yang diwariskan turun-temurun, menjadikannya warna paling sakral di Tanah Borneo.

Misteri Tato Mentawai, Warisan Tertua atau Klaim yang Keliru?

 

Kuning sebagai Mahkota dan Tanda Kekuasaan

Ketika Gotik Menyapa Gereja di Tanah Semarang

 

Dalam konteks sejarah kerajaan dan kesultanan di Kalimantan, warna kuning selalu memiliki kedudukan tertinggi dan paling terhormat. Warna ini diadopsi dari simbol alamiah seperti emas dan matahari, yang keduanya melambangkan sumber daya dan kehidupan.

Kain Tenun Gringsing dan Rahasia Kesakralan Bali Aga

 

Warisan Kesultanan Melayu

 

Di wilayah pesisir, khususnya pada Kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan) dan Kerajaan Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), kuning melambangkan kejayaan, kemakmuran, dan keagungan sebuah dinasti. Oleh karena itu, warna kuning keemasan adalah warna wajib pada atribut-atribut istana. Pakaian kebesaran Sultan, busana pengantin bangsawan, singgasana, dan segala benda yang menyentuh tubuh atau dimiliki raja harus dihiasi atau didominasi warna ini. Penggunaan kuning secara penuh sangat eksklusif dan menjadi penanda kuat bagi garis keturunan dan strata sosial teratas.

 

Penghormatan pada Tradisi Pra-Islam

 

Di Banjar, sifat sakral warna kuning juga memiliki akar kuat dari warisan kerajaan Hindu sebelumnya, seperti Negara Dipa dan Negara Daha. Meskipun Islam menjadi agama dominan, kuning tetap dipertahankan dan dihormati dalam adat istiadat kerajaan. Ini menunjukkan bahwa kuning bukan hanya simbol Islam atau Melayu, melainkan simbol kultural yang telah mengikat masyarakat Kalimantan jauh sebelum masuknya agama baru.

 

Fungsi Sakral dan Penghubung Dimensi Spiritual

 

Kuning di Kalimantan melampaui urusan takhta. Ia memasuki ranah spiritual, berperan sebagai perantara antara manusia dengan kekuatan gaib dan leluhur.

 

Kain Kuning: Penanda Tempat Keramat

 

Salah satu manifestasi kuning yang paling umum dan mudah dikenali adalah kain kuning atau kelambu kuning yang diletakkan pada objek-objek tertentu. Kain ini berfungsi sebagai penanda visual bagi masyarakat bahwa tempat tersebut memiliki nilai sakral dan harus dihormati. Kain ini sering ditemukan membungkus makam keramat (makam tokoh suci, ulama, atau raja), situs kuno, atau bahkan pohon-pohon besar yang dianggap keramat atau dihuni roh. Pemasangan kain ini merupakan wujud pengagungan terhadap roh leluhur yang bersemayam di sana, sebuah praktik yang menghormati dimensi spiritual.

 

Simbol Kesucian dalam Ritual Adat

 

Dalam berbagai ritual adat, seperti upacara keselamatan, upacara panen, atau ritual penyambutan, beras yang ditaburkan adalah beras kuning. Penggunaan kuning dalam ritual ini menandai kesucian, kemurnian, dan permohonan keberkahan kepada Tuhan atau roh leluhur. Dengan demikian, kuning diyakini memiliki kekuatan untuk mengundang keselamatan, kemakmuran, dan menjaga agar masyarakat terhindar dari marabahaya.

 

Kuning dalam Kosmologi Suku Dayak

 

Bagi Suku Dayak di pedalaman, khususnya kelompok Dayak Ngaju, warna kuning adalah salah satu dari lima warna dasar yang memiliki makna kosmologis yang mendalam dan disebut sebagai Lima Ba.

 

Representasi Kekuasaan Ilahi (Hatalla)

 

Dalam filosofi Dayak Ngaju, warna kuning (Bahenda, yang didapatkan dari kunyit) secara spesifik melambangkan keberadaan dan kekuasaan Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa). Kuning diartikan sebagai manifestasi cahaya ilahi dan kemuliaan tertinggi, menekankan bahwa kekuasaan Hatalla tidak tertandingi.

 

Lambang Kehormatan dan Perlindungan

 

Dalam seni ukir, anyaman, dan aksesori Dayak, kuning sering dipadukan dengan merah dan hitam. Paduan ini membentuk pola yang melambangkan kehormatan, keberanian, dan perlindungan magis. Kuning memberi penekanan pada status pemakainya, memastikan bahwa mereka membawa aura kemuliaan dan martabat.

 

Secara keseluruhan, warna kuning di Kalimantan adalah cerminan kompleks dari sejarah, kepercayaan, dan hierarki sosial. Ia tidak hanya menceritakan tentang kejayaan masa lalu di istana, tetapi juga tentang keyakinan spiritual yang mendalam dan hubungan masyarakat Borneo yang tak terputus dengan nilai-nilai luhur, menjadikan kuning sebagai identitas budaya yang sangat dijunjung tinggi.