Ritual Dolop, Pengadilan Adat Sakral Suku Dayak Agabag dan Dayak Tahol di Kalimantan Utara
- https://www.pendamping-desa.com/2025/01/sebuah-peradilan-adat-khas-dayak-ritual.html
Budaya, VIVA Bali – Dolop atau Bedolop adalah tradisi pengadilan adat yang masih lestari dan menjadi warisan budaya tak benda di Kalimantan Utara, khususnya di kalangan Suku Dayak Agabag dan Dayak Tahol yang bermukim di Nunukan dan Malinau (pariwisataindonesia.id). Tradisi ini merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang unik karena melibatkan Tuhan atau Dewa sebagai hakim tertinggi yang menentukan pihak yang benar dan salah. Dolop telah dilakukan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang dan tetap dijalankan hingga kini dengan aturan ketat.
Pada dasarnya, Dolop hanya dilakukan sebagai jalan terakhir ketika musyawarah dan penyelesaian kekeluargaan tidak membuahkan hasil. Hal ini dikarenakan dampak fisik, ekonomi, dan psikologis yang ditimbulkan Dolop sangat besar (pariwisataindonesia.id). Kasus yang biasanya diselesaikan melalui Dolop meliputi sengketa tanah, perzinahan, pembunuhan, fitnah, dan pelanggaran berat lainnya. Biaya pelaksanaan Dolop sangat tinggi, termasuk penyediaan guci kuno bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah serta denda yang harus dibayar oleh pihak yang kalah.
Sejarah Dolop dilansir dari kemdikbud.go.id, bermula dari kepercayaan masyarakat Dayak Tahol kepada Amangun (Allah Sang Pencipta) sebelum mengenal agama formal. Dolop menjadi tradisi sakral yang dipercaya sebagai cara penyelesaian hukum yang adil dan sakral. Pelaksanaan Dolop harus disetujui oleh kedua belah pihak dan pengurus adat.
Proses Dolop diawali dengan musyawarah untuk menentukan besaran denda dan biaya pelaksanaan. Denda bisa berupa sapi, babi, uang, rumah, tanah, atau barang berharga lain sesuai kesepakatan (pariwisataindonesia.id). Ketua adat besar kemudian menentukan lokasi pelaksanaan, biasanya di sungai keramat dengan kedalaman sekitar satu meter. Beberapa bahan ritual disiapkan seperti beras kuning, beras putih, beras hitam, bulu ayam, kain kuning, telur, jantung pisang, dan dua batang kayu rambutan (kalamuku) yang menjadi pegangan di sungai.
Dalam upacara, ketua adat menaburkan beras kuning dan telur ke sungai serta memukul jantung pisang ke tanah untuk memanggil roh leluhur dari gunung, hutan, dan sungai agar menyaksikan proses Dolop. Kedua pihak yang bersengketa kemudian berdiri di posisi masing-masing di sungai, memegang kayu kalamuku, dan menyelam secara bersamaan atas aba-aba ketua adat (pariwisataindonesia.id).
Selama penyelaman, pihak yang bersalah diyakini akan diganggu oleh kekuatan gaib seperti ular dan buaya, sehingga tidak tahan lama di dalam air dan terpaksa muncul lebih dulu. Jika memaksakan diri, pihak tersebut bisa mengalami pendarahan atau kematian. Sebaliknya, pihak yang tidak bersalah dipercaya mendapat pertolongan leluhur sehingga mampu bertahan lama di dalam air tanpa gangguan (kemdikbud.go.id).
Sebuah pelaksanaan Dolop terjadi di Sungai Tulin, Desa Semunad, Kecamatan Tulin Onsoi, Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (17/1/2025). Ribuan warga menyaksikan pengadilan adat ini. Wakil Ketua Lembaga Adat Dayak Agabag Kecamatan Tulin Onsoi, Sati Baru, menuturkan, Dolop kali ini dilakukan untuk membuktikan tuduhan pembunvh4n yang dilakukan Roy (34) terhadap istrinya, Esther, di malam menjelang tahun baru 2025 pada pendamping-desa.com.