Kebo-Keboan Banyuwangi! Ritual Syukur, Tolak Bala, dan Warisan Budaya Suku Osing
- https://www.instagram.com/p/BURBCxnAo2M/?igsh=MXhmZDZuMjRwNDRvdw==
Budaya, VIVA Bali – Banyuwangi memiliki sebuah ritual adat unik bernama Upacara Kebo-Keboan. Tradisi yang hidup di tengah masyarakat Suku Osing ini dilaksanakan di Desa Alasmalang dan Desa Aliyan, Kecamatan Singojuruh, sebagai ungkapan syukur atas hasil panen, doa untuk kesuburan tanah, sekaligus sarana menolak bala agar desa terhindar dari marabahaya.
Ritual ini dipercaya berawal pada abad ke-18, ketika desa dilanda wabah penyakit. Seorang leluhur yang dikenal dengan nama Buyut Karti menerima wangsit untuk mengadakan upacara bersih desa. Prosesi ini para petani diminta untuk menjelma menjadi kerbau dan membajak sawah, memohon keselamatan serta kesuburan bagi tanah mereka. Sejak saat itu, Kebo-Keboan menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan setiap tahun, terutama menjelang masa tanam padi.
Prosesi Kebo-Keboan Banyuwangi
Pelaksanaan upacara ini berlangsung meriah namun sarat makna.
- Persiapan dan Tata Rias
Beberapa warga dipilih untuk menjadi “kebo” (kerbau). Mereka dirias dengan tubuh dicat hitam pekat, memakai tanduk buatan, lonceng di leher, serta telinga menyerupai kerbau. Semua atribut itu menjadi simbol kekuatan, ketekunan, dan kesuburan tanah. - Ider Bumi atau Arak-Arakan
Setelah siap, para “kebo” diarak keliling desa. Mereka menirukan gerakan kerbau yang sedang membajak, diiringi musik khas Osing yang menambah suasana sakral sekaligus meriah. - Membajak Sawah dan Menabur Benih
Dalam puncak ritual, kebo-keboan membajak sawah dan menaburkan benih padi. Benih tersebut kemudian diperebutkan warga karena diyakini membawa keberuntungan dan kesuburan bagi lahan yang ditanami.
Makna dan Tujuan Ritual Kebo-Keboan
Upacara ini lebih dari sekadar pertunjukan budaya. Bagi masyarakat Suku Osing, ia sarat filosofi dan menjadi bagian dari identitas mereka.