Ribuan Telur Hiasi Banyuwangi, Rahasia Filosofi di Balik Tradisi Endhog-endhogan
- https://id.wikipedia.org/wiki/Endhog-endhogan
Budaya, VIVA Bali – Setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, masyarakat Banyuwangi memiliki cara unik untuk merayakannya. Tradisi Endhog-endhogan atau dikenal juga sebagai endog-endogan dan ndog-ndogan menjadi salah satu perayaan budaya sekaligus syiar Islam yang masih terjaga hingga kini. Ribuan telur hias ditancapkan pada batang pisang (jodhang), diarak keliling kampung, lalu dibagikan kepada warga sebagai simbol kebersamaan dan ketaatan umat Islam.
Sejarah Tradisi Endhog-endhogan
Tradisi ini berawal dari ajaran Syaikhona Kholil, ulama kharismatik yang menekankan filosofi telur sebagai simbol Islam. Telur dengan tiga lapisan, kulit, putih telur, dan kuning telur yang diartikan sebagai Iman, Islam, dan Ihsan.
Ajaran tersebut kemudian diterjemahkan oleh muridnya, KH. Abdullah Faqih dari Songgon, Banyuwangi, pada tahun 1911 dengan menghias telur dan menancapkannya pada batang pisang. Seiring waktu, tradisi ini menyebar luas dan kini menjadi bagian dari identitas masyarakat Osing di Banyuwangi.
Festival Endhog-endhogan, Dari Kampung ke Agenda Kabupaten
Sejak tahun 1995, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mulai memberi perhatian khusus pada tradisi ini dengan menggelar Pawai Endhog-endhogan. Bahkan, pada 2018, perayaan ini resmi masuk dalam rangkaian Banyuwangi Festival. Ribuan warga berbondong-bondong mengikuti arak-arakan telur, lengkap dengan lantunan sholawat yang menggema di setiap sudut jalan.