7 Gangguan Mental yang Sering Diabaikan, Tapi Diam-Diam Mengubah Hidupmu

Ilustrasi seseorang dengan gangguan mental
Sumber :
  • https://www.freepik.com/free-photo/young-woman-dealing-with-anxiety_29310072.htm

Kesehatan, VIVA Bali – Pernah merasa lelah secara emosional, sulit berkonsentrasi, atau cemas tanpa sebab yang jelas? Mungkin itu bukan sekadar stres biasa. Tanpa disadari, kamu bisa saja mengalami gejala gangguan mental yang sering kali terabaikan, padahal dampaknya bisa sangat serius dan dapat mengubah hidup secara perlahan.

Waspada! Mata Kering Bisa Jadi Tanda Penyakit Serius dalam Tubuh

Dilansir dari situs Kemkes.go.id, ada beberapa jenis gangguan mental yang umum terjadi namun sering kali tidak dikenali. Mengenalinya sejak dini adalah langkah penting agar bisa mendapatkan penanganan medis dan psikologis yang tepat.

Berikut ini adalah 7 jenis gangguan mental yang sering diabaikan, tetapi secara diam-diam dapat memengaruhi cara berpikir, berperilaku, bahkan masa depan seseorang.

1. Anoreksia Nervosa

Sering Alami Mata Kering? Bisa Jadi Tanda Autoimun di Usia 20-an!

Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang membuat seseorang terobsesi untuk menurunkan berat badan secara ekstrem. Penderita akan sangat membatasi asupan makanan, bahkan ketika tubuhnya sudah sangat kurus.

Meskipun berat badan sudah jauh di bawah normal, penderita anoreksia tetap merasa tubuhnya terlalu gemuk. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan malnutrisi berat, gangguan hormon, hingga membahayakan jiwa.

2. Bulimia Nervosa

Demam Tinggi di Malam Hari? Bisa Jadi Itu Gejala Pneumonia!

Bulimia merupakan gangguan makan yang ditandai dengan pola makan berlebihan secara berulang, lalu diikuti dengan upaya ekstrem untuk mengeluarkan kalori, seperti muntah sengaja, konsumsi obat pencahar, atau olahraga berlebihan.

Berat badan penderita bulimia sering kali terlihat normal, sehingga kondisi ini lebih sulit dikenali. Padahal, dampaknya bisa merusak organ tubuh dan memicu gangguan psikologis lainnya.

3. Binge Eating Disorder (BED)

Binge Eating Disorder atau gangguan makan berlebihan ditandai dengan keinginan makan dalam jumlah besar tanpa kendali, disertai rasa bersalah setelahnya.

Berbeda dengan bulimia, penderita Binge Eating Disorder (BED) tidak melakukan tindakan kompensasi seperti memuntahkan makanan setelah makan berlebihan.

Akibatnya, mereka berisiko mengalami obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes, dan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.

4. Obsessive Compulsive Disorder (OCD)

OCD bukan sekadar suka kebersihan atau perfeksionis. OCD adalah gangguan mental yang membuat seseorang terjebak dalam siklus pikiran obsesif dan perilaku kompulsif. Contohnya, mencuci tangan berulang karena takut kuman, atau mengecek pintu terus-menerus karena khawatir belum terkunci.

Penderita OCD biasanya sadar bahwa perilaku mereka berlebihan, namun tidak mampu mengendalikannya. Gangguan ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, ketidakseimbangan kimia otak, atau lingkungan.

5. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

PTSD atau gangguan stres pascatrauma terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis, seperti kecelakaan, kekerasan, bencana alam, atau pelecehan.

Gejalanya bisa meliputi mimpi buruk, kilas balik terhadap kejadian, menghindari tempat atau situasi tertentu, hingga perubahan perilaku seperti mudah marah atau sulit berkonsentrasi. PTSD dapat berlangsung dalam waktu singkat hingga seumur hidup jika tidak segera ditangani.

6. Acute Stress Disorder (ASD)

ASD adalah tahap awal dari PTSD yang biasanya muncul dalam 30 hari pertama setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Meski gejalanya mirip PTSD, ASD bersifat sementara.

Dengan deteksi dan penanganan dini, kondisi ini bisa dikendalikan dan mencegah berkembang menjadi PTSD kronis. Konsultasi dengan tenaga profesional sangat dianjurkan.

7. Complex PTSD (CPTSD)

Complex PTSD muncul akibat trauma yang terjadi secara berulang dalam waktu lama, seperti kekerasan rumah tangga, perundungan, atau pelecehan jangka panjang.

Penderitanya bisa mengalami kesulitan membentuk hubungan sosial, merasa rendah diri, atau bahkan kehilangan arah identitas. Gejala yang dialami cenderung lebih rumit dan umumnya memerlukan penanganan melalui terapi psikologis jangka panjang.