Jangan Sekadar Ikutan Tren, Bekali Diri dengan Literasi Kripto!
- Unsplash/Jakub Zerdzicki
Meskipun melek teknologi, banyak Gen Z belum memahami dasar-dasar investasi. Penelitian dari International Journal for Multidisciplinary Research menunjukkan bahwa banyak dari mereka belum memahami pentingnya diversifikasi, manajemen risiko, hingga evaluasi aset. Di sisi lain, sebanyak 56 persen non-investor Gen Z menyebut kurangnya pengetahuan sebagai alasan utama belum berinvestasi.
Sementara itu, hasil regresi dalam jurnal tersebut juga mengindikasikan bahwa literasi finansial memang berperan besar dalam meningkatkan kepercayaan diri berinvestasi. Namun, kepercayaan tanpa literasi justru bisa menjadi kelemahan, terutama ketika dihadapkan pada instrumen berisiko tinggi seperti kripto.
Risiko di Balik Popularitas Kripto
Kripto memang sah secara hukum di Indonesia, namun hanya sebagai komoditas, bukan alat pembayaran. Pengawasan dilakukan oleh Bappebti, bukan oleh OJK. Ini membuat kripto lebih dekat pada kategori spekulatif. Nilai kripto bisa naik turun drastis dalam waktu singkat. Contoh ekstrem adalah Bitcoin yang bisa naik hingga 1600 persen dalam setahun dan anjlok separuhnya hanya dalam beberapa bulan.
Laporan juga menunjukkan bahwa Gen Z lebih memilih kripto dibandingkan instrumen lain seperti saham atau reksa dana. Karena kripto dianggap lebih seru, cepat untung, dan gampang dipantau melalui gadget. Namun, aspek fluktuatif dan kurangnya perlindungan hukum sering diabaikan.
Solusi, Edukasi dan Pendekatan Digital
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis perlu diperkuat. Tahapannya adalah edukasi keuangan berbasis digital harus diperluas. Program seperti Like-It dari Kementerian Keuangan merupakan contoh positif dalam menyasar generasi muda dengan pendekatan yang sesuai gaya hidup mereka.