Menggali Tren Plant Based Diet, Gaya Hidup Sehat atau Sekadar Tren?
- https://pixabay.com/photos/salad-greek-salad-feta-food-plate-5904093/
Kesehatan, VIVA Bali – Dalam sepuluh tahun terakhir, diet berbasis tanaman (plant-based diet) mengalami lonjakan popularitas yang luar biasa, baik di kancah global maupun di Indonesia. Di Amerika Serikat, penjualan produk nabati mencapai angka fantastis US$7,4 miliar pada tahun 2021—meningkat 6% dibanding tahun sebelumnya. Di Indonesia sendiri, survei Rakuten Insight (Februari 2024) mengungkap bahwa alasan utama konsumen beralih ke pola makan ini adalah keyakinan akan manfaat kesehatan (50% responden usia 25–34 tahun), serta keinginan mengikuti tren (35%). Tak hanya dari sisi konsumen, geliat bisnis plant-based pun semakin terasa; salah satunya ditunjukkan oleh The Green Butcher, startup lokal yang sukses meraih pendanaan sebesar US$2 juta dan kini memasok menu nabati ke jaringan Starbucks Indonesia.
Manfaat Kesehatan yang Didukung Bukti
Riset epidemiologis serta uji klinik menunjukkan diet berbasis tanaman berpotensi signifikan menurunkan risiko beberapa penyakit:
- Penyakit jantung: Asosiasi vegetarian/vegan dengan penurunan risiko 15-21% untuk penyakit kardiovaskular dan penyakit arteri coroner.
- Diabetes tipe 2 & kontrol glikemik: Peningkatan pola makan plantbased berhubungan dengan kontrol insulin lebih baik, risiko diabetes lebih rendah.
- Obesitas: Diet nabati skala rendah lemak efektif menurunkan berat badan dan lemak visceral dalam berbagai studi.
- Kesehatan metabolik & inflamasi: Partisipan vegan menunjukkan penurunan LDL kolesterol, tekanan darah, dan CRP (tanda inflamasi) secara signifikan dibanding control.
Bahkan, studi dokumenter Netflix berjudul "You Are What You Eat: A Twin Experiment" mengungkap bahwa dalam 8 minggu, diet nabati mampu menurunkan kolesterol, berat badan, dan kadar insulin lebih efektif dibanding diet campuran.
Tantangan dan Risiko PlantBased Diet
Meskipun banyak manfaat, diet plantbased juga membutuhkan perhatian:
- Mikronutrien esensial: Vegetarian, terutama vegan, berisiko mengalami kekurangan beberapa mikronutrien esensial seperti vitamin B12, kalsium, zat besi, serta asam lemak omega-3 DHA dan EPA. Hal ini disebabkan karena nutrisi-nutrisi tersebut umumnya lebih banyak ditemukan dalam produk hewani, sehingga konsumsi suplemen dan makanan yang difortifikasi sangat dianjurkan untuk mencegah defisiensi dan menjaga kesehatan optimal. Tanpa pengelolaan yang tepat, kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia, gangguan saraf, dan masalah kesehatan lainnya, sementara kurangnya kalsium dan vitamin D berisiko menurunkan kepadatan tulang. Oleh karena itu, bagi yang menjalani pola makan berbasis tanaman, perhatian ekstra terhadap asupan mikronutrien ini sangat penting, termasuk konsultasi dengan ahli gizi untuk memastikan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik.
- UltraProcessed Foods (UPF): Produk nabati ultraproses seperti nugget vegan, burger nabati, atau minuman kemasan justru dikaitkan dengan peningkatan 12 % risiko kematian akibat penyakit jantung dan 5 % risiko penyakit kardiovaskular . Studi dari UK Biobank menunjukkan, setiap 10 % kenaikan konsumsi UPF plantbased berasosiasi dengan peningkatan kematian dini 12 %.
- Kesehatan mental: Sebuah penelitian di Inggris yang dilakukan oleh University of Surrey (UK), yang diterbitkan di jurnal Food Frontiers pada 17 Desember 2024.menemukan konsumen alternatif daging nabati (PBMA) memiliki risiko depresi 42 % lebih tinggi, kemungkinan akibat produktivitas tinggi dari faktor pemrosesan dan inflamasi.
Apakah diet berbasis tanaman ini benar-benar gaya hidup sehat atau sekadar tren sesaat? Jawabannya cukup kompleks. Jika dijalankan dengan bijak—mengutamakan makanan minim proses yang kaya sayuran, buah, biji-bijian, legum, serta suplemen mikronutrien—diet ini bisa menjadi pilihan gaya hidup sehat jangka panjang. Namun, jika hanya berfokus pada produk pengganti hewani ultra-proses seperti nugget vegan, burger nabati, atau sosis nabati, maka ini lebih cenderung menjadi tren semu yang berpotensi membawa risiko kesehatan. Di Indonesia, tren ini semakin menguat dengan lonjakan jumlah restoran vegetarian/vegan dari sekitar 50 pada 1998 menjadi lebih dari 3.000 pada 2025, serta diperkirakan ada sekitar 3 juta vegetarian. Dampaknya pun sudah terasa luas, tidak hanya di sektor bisnis dan kuliner, tetapi juga dalam diplomasi budaya.
Diet berbasis tanaman lebih dari sekadar tren—dengan perencanaan yang matang dan keseimbangan nutrisi, ia menawarkan segudang manfaat kesehatan serta dampak positif bagi lingkungan. Namun, penting untuk waspada terhadap "jebakan" makanan ultra-proses yang sering kali menyertai popularitas pola makan nabati modern. Kesimpulannya, jangan hanya fokus pada aspek "nabati"-nya saja, tetapi juga pastikan bahwa pilihan makanan Anda sehat dan berkelanjutan.
Mulailah secara bertahap dengan gaya fleksiterian—mengutamakan makanan berbasis tanaman sebagian besar waktu, dan mengonsumsi produk hewani sesekali saja. Fokuslah pada whole foods seperti sayur, buah, legum, biji-bijian utuh, serta hindari produk ultra-proses yang kurang sehat. Pastikan juga melengkapi asupan nutrisi dengan suplemen vitamin B12, D, kalsium, dan makanan yang difortifikasi. Variasikan menu harian agar mendapatkan protein lengkap dan mikronutrien yang seimbang. Terakhir, jangan ragu untuk konsultasi dengan profesional kesehatan, terutama jika Anda memiliki kondisi medis seperti diabetes atau penyakit jantung, agar diet yang dijalani tetap aman dan efektif.