Dalem Balingkang Di Persimpangan Doa Bali dan Tiongkok

Balingkang dan pesona akulturasi budaya
Sumber :
  • https://kesrasetda.bulelengkab.go.id/uploads/konten/32_history-pura-dalem-balingkang.jpeg

Gumi Bali, VIVA Bali – Di dataran tinggi Kintamani, di antara kabut yang lembut dan pepohonan pinus yang menjulang, berdiri sebuah pura tua yang menyimpan kisah cinta dan persilangan budaya. Pura Dalem Balingkang, begitu kiranya masyarakat menyebutnya. Ia hadir bukan hanya sebagai tempat sembahyang bagi umat Hindu Bali, melainkan juga ruang perjumpaan dua dunia, Bali dan Tionghoa.

Galeri Abode Bali Surat Cinta Warisan Budaya Majapahit bagi Generasi Muda

Suasana di pura ini terasa berbeda sejak langkah pertama menapaki pelatarannya. Di antara arca-arca dewa Hindu, tampak ornamen khas Tionghoa. Ada naga yang berkelok di gerbang, warna merah dan emas mendominasi altar, dan dupa bergulung asap dengan aroma yang mengingatkan pada kelenteng di daratan Tiongkok. Namun, semuanya berpadu harmonis, seolah perbedaan adalah bagian dari doa yang sama.

Jejak Cinta dan Sejarah

Patung Bayi Sakah Gianyar Bali Simbol Kesucian dan Permohonan Keturunan

Dalam jurnalnya, Wicaksana menjelaskan bahwa Dalem Balingkang memiliki akar sejarah yang menautkan kerajaan Bali kuno dengan Tiongkok. Legenda yang hidup di masyarakat menyebut nama Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wie, seorang perempuan Tionghoa yang menjadi permaisurinya. Kisah cinta mereka tidak hanya romantis, tapi juga menjadi simbol pertemuan dua kebudayaan besar yang berabad-abad kemudian masih terasa napasnya.

Sisa kisah itu kini tampak pada arsitektur pura. Di pelinggih utama, patung-patung dan relief menggabungkan elemen Hindu dan Tionghoa. Simbol naga, misalnya, berdampingan dengan bentuk meru dan bale yang khas Bali. “Akulturasi ini memperlihatkan bahwa spiritualitas bisa menembus batas etnis dan agama,” tulis Wicaksana dalam penelitiannya.

Mayantaka Carita, Inti Pertunjukan di Balik Bait-Bait Kuno Bali

Akulturasi yang Terus Hidup

Dalem Balingkang menjadi saksi bagaimana identitas budaya Bali tidak menolak pengaruh luar, melainkan menyesuaikannya dengan kearifan lokal. Ritual-ritual di pura ini masih berlandaskan ajaran Hindu Bali, namun beberapa persembahan mengadopsi bentuk dan warna khas tradisi Tionghoa. Misalnya, penggunaan kertas sembahyang merah emas dan lilin besar yang biasa terlihat di kelenteng.

Halaman Selanjutnya
img_title