Patung Bayi Sakah Gianyar Bali Simbol Kesucian dan Permohonan Keturunan
- https://www.viva.co.id/foto/1816048-jangan-cuma-lihat-pantai-rasakan-aura-mistis-dan-sejarah-di-5-tempat-keramat-bali-ini?page=6
Gumi Bali, VIVA Bali – Pulau Dewata Bali memiliki deretan patung megah dan menawan yang mudah ditemui di berbagai sudut daerah. Beberapa di antaranya dibuat sebagai hiasan estetika, sementara sebagian lainnya memiliki makna spiritual yang mendalam. Salah satu patung yang sarat nilai spiritual adalah Patung Bayi Sakah, yang berdiri di simpang tiga Jalan Batuan–Sakah, Banjar Blahyanah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Patung Bayi Sakah ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata spiritual yang sering dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun wisatawan. Banyak orang datang untuk berdoa dan memohon keturunan, karena patung ini dipercaya membawa berkah bagi pasangan yang mendambakan anak.
Secara etimologis, nama Banjar Blahtanah sebagai lokasi patung ini berdiri, berarti “tanah yang terbelah.” Adapun kata “Sakah” berasal dari saka ah, yang bermakna lingam (lingga yoni), yakni simbol kesuburan dalam ajaran Hindu. Di sebelah barat lokasi juga terdapat Pura Hyang Tiba, yang menambah kesan spiritual kawasan tersebut.
Sejarah pembangunan Patung Bayi Sakah berawal pada masa kepemimpinan Bupati Gianyar Tjokorda Raka Dherana periode tahun 1983 hingga tahun 1993. Saat itu, ia memiliki program untuk membangun patung di setiap persimpangan jalan utama di Kabupaten Gianyar sebagai penanda identitas daerah seni dan budaya. Dalam pertemuan bersama para tokoh masyarakat, muncul berbagai usulan, mulai dari patung pahlawan hingga tokoh pewayangan. Namun, seorang tokoh dari Desa Mas bernama Ida Bagus Aji Mangku Ambara mengajukan gagasan berbeda, ia ingin membuat patung dengan konsep unik dan bersedia menanggung seluruh biayanya. Menurutnya, kawasan pertigaan Sakah memiliki nilai sakral, atau dalam istilah Bali disebut tenget.
Gagasan tersebut terinspirasi dari pengalaman spiritual Ida Bagus Putra, kerabat Ida Pedanda Buda Sukawati (Pendeta Hindu dari Griya Buda Taman Sukawati), yang pada Purnama Sasih Katiga tahun 1985 menerima pawisik atau bisikan gaib tentang sosok Brahma Lelare. Ida Bagus Aji Mangku lalu mempresentasikan konsep patung tersebut ke hadapan Gubernur Bali kala itu, Ida Bagus Oka dan Bupati Gianyar, Tjokorda Raka Dherana. Gubernur Bali menyetujui konsep patung yang akan dibangun tersebut dan selanjutnya dilakukan peletakan pertama pada tahun 1990.
Patung Bayi Sakah setinggi 6 meter ini dibuat oleh pematung I Ketut Sugata dari Desa Kramas, yang juga dikenal sebagai pembuat Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Monumen Bajra Sandhi di Kota Denpasar. Sebagai perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk Brahma Lelare, patung ini melambangkan siklus kehidupan manusia yang suci sejak lahir. Karena kesuciannya, patung ini memiliki hari piodalan yang diperingati setiap Selasa Anggara Kliwon wuku Medangsia, atau 10 hari setelah Hari Kuningan.