Menjaga Warisan Laut Lewat Tradisi Hajat Laut Pangandaran

Tradisi Hajat Laut menjadi wujud doa dan syukur nelayan
Sumber :
  • https://unsplash.com/id/foto/kuda-putih-dan-coklat-di-atas-air-pada-siang-hari-wkcgK32YRVU

Budaya, VIVA BaliSuara ombak sore itu berpadu dengan tabuhan gamelan yang mengalun di bibir pantai. Warga pesisir, nelayan, hingga wisatawan berkumpul menyaksikan prosesi Hajat Laut, ritual tahunan yang menjadi kebanggaan masyarakat Pangandaran.

Labuh Laut Larung Sembonyo, Warisan Budaya Nelayan Prigi yang Memikat Wisatawan

Hajat Laut adalah wujud syukur sekaligus doa keselamatan bagi para nelayan. Sesaji berupa tumpeng, hasil bumi, hingga kepala kerbau ditata rapi di atas perahu, lalu dilarung ke

tengah laut. “Warga di pesisir Pantai Pangandaran menggelar kembali prosesi ritual Hajat Laut sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat pesisir nelayan Pangandaran untuk pencipta alam semesta,” tulis laporan kegiatan Satpolairud Pangandaran.

Menggali Filosofi Ruwatan dalam Tradisi Rasulan Tepus Gunungkidul

Tradisi ini sudah diwariskan sejak nenek moyang. Bagi masyarakat Batukaras dan

Pangandaran, laut bukan hanya sumber nafkah, tapi juga bagian dari kehidupan spiritual. Penelitian mencatat, “Hajat Laut tidak hanya mengandung nilai religius, tetapi juga nilai budaya yang menjadi perekat sosial masyarakat pesisir”.

Humor dan Kritik Sosial di Panggung Teater Lenong Betawi

Kata “hajat” sendiri bermakna niat atau keinginan, sehingga Hajat Laut dipahami sebagai doa agar laut tetap memberi berkah sekaligus menjaga keselamatan nelayan saat melaut.

Sehari sebelum puncak acara, warga biasanya menggelar kemitan dongdang, yaitu menjaga sesaji semalam suntuk. Puncaknya, perahu berhias membawa sesaji ke tengah laut untuk kemudian dilarungkan. Ritual ini dilanjutkan dengan doa bersama dan hiburan rakyat.

Halaman Selanjutnya
img_title