Dipercaya Sakral, 3 Benda Ini Pantang Dijadikan Oleh-Oleh Khas Bali
- https://www.pexels.com/photo/spooky-traditional-figurine-16115934/
Gumi Bali, VIVA Bali – Membawa pulang kenang-kenangan menjadi bagian tak terpisahkan dari liburan. Saat berkunjung ke Bali, mata kita akan dimanjakan oleh ribuan karya seni yang indah, mulai dari patung, ukiran, hingga kain tenun. Namun, penting bagi wisatawan untuk memahami bahwa tidak semua benda artistik di Bali diciptakan untuk menjadi oleh-oleh khas Bali.
Beberapa benda memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan dianggap suci dalam budaya Bali. Benda-benda ini bukanlah sekadar hiasan, melainkan medium spiritual yang memiliki fungsi sakral dalam ritual keagamaan. Memperlakukan benda sakral ini sebagai suvenir biasa tidak hanya keliru, tetapi juga bisa dianggap tidak menghormati kepercayaan masyarakat setempat.
Dilansir dari berbagai jurnal budaya dan situs lembaga resmi, berikut tiga benda yang pantang untuk Anda bawa pulang sebagai oleh-oleh biasa.
1. Topeng Sakral (Tapel Wali)
Di pasar seni Ubud atau Sukawati, Anda akan menemukan banyak sekali topeng kayu yang indah. Namun, ada perbedaan fundamental antara topeng untuk suvenir dan topeng untuk upacara. Topeng-topeng tertentu, yang dikenal sebagai Tapel Wali, seperti Topeng Sakral Sidakarya, Barong, dan Rangda, memiliki kedudukan yang sangat disucikan.
Menurut jurnal dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, topeng-topeng ini bukanlah sekadar properti tari, melainkan representasi dari kekuatan ilahi. Mereka digunakan dalam tarian wali, yaitu tarian sakral yang hanya dipentaskan di area terdalam pura (jeroan) saat upacara keagamaan. Saat ditarikan, topeng ini dipercaya menjadi "dihuni" oleh energi suci. Oleh karena itu, membawa pulang atau memajang topeng yang telah disakralkan sebagai hiasan dinding adalah tindakan yang kurang pantas.
2. Keris Pusaka
Keris Bali bukan sekadar senjata, melainkan sebuah pusaka (heirloom) yang diwariskan secara turun-temurun dan memiliki makna spiritual yang mendalam. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menjelaskan bahwa keris dianggap memiliki "jiwa" atau taksu dan seringkali diikutsertakan dalam berbagai upacara penting dalam siklus hidup orang Bali, seperti upacara potong gigi (mepandes).
Keris pusaka diperlakukan sebagai anggota keluarga yang dihormati, dirawat, dan diberikan "sesajen" pada hari-hari tertentu. Keris jenis ini tidak akan diperjualbelikan secara bebas di pasar turis. Keris yang Anda temukan di toko oleh-oleh adalah kerajinan baru yang dibuat untuk tujuan estetika, bukan keris pusaka yang telah melewati proses ritual penyucian dan memiliki sejarah panjang.
3. Pratima
Dari semua benda sakral, Pratima adalah yang paling suci. Berdasarkan koleksi data dari Museum Nasional Indonesia, Pratima adalah arca atau wujud representasi fisik yang disucikan, yang berfungsi sebagai stana atau "wadah" sementara bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dan manifestasi-Nya saat sebuah upacara atau piodalan di pura berlangsung.
Benda ini biasanya terbuat dari kayu cendana atau logam mulia, dihiasi dengan permata, dan disimpan di tempat paling suci di dalam pura. Pratima hanya dikeluarkan dan diusung dalam prosesi saat upacara besar. Karena fungsinya sebagai medium persemayaman Tuhan, Pratima adalah benda milik pura dan komunitas yang paling disakralkan. Membawanya keluar dari pura untuk kepemilikan pribadi adalah tindakan yang tidak terbayangkan. Memahami hal ini akan memperkaya pengalaman wisata budaya Anda saat di Bali.