Maulid Adat Bayan Tradisi Islam Bernuansa Adat Sasak di Lombok Utara

Perayaan adat Maulid Bayan di Lombok Utara.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/alam-langit-pria-laki-laki-5471676/

Budaya, VIVA Bali – Di ujung utara Pulau Lombok, tepatnya di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara, setiap tahun masyarakat setempat menggelar peringatan Maulid Adat Bayan. Tradisi ini bukan sekadar perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga wujud akulturasi antara ajaran Islam dan budaya lokal Sasak yang telah bertahan selama ratusan tahun.

Sandekala Simbol Senja dan Makna Mistis dalam Budaya Sunda

Bagi warga Bayan, perayaan Maulid Nabi memiliki makna spiritual yang dalam. Mereka tidak hanya mengenang sosok Nabi sebagai teladan, tetapi juga mengekspresikan rasa syukur atas rezeki dan kehidupan yang dianugerahkan Tuhan. Uniknya, seluruh rangkaian acara dilakukan dalam adat Bayan kuno, dengan pakaian, musik, dan tata upacara yang diwariskan turun-temurun.

Masyarakat Bayan menganut ajaran Islam tradisional yang dikenal dengan sebutan Wetu Telu sebuah sistem kepercayaan yang memadukan ajaran Islam, adat, dan nilai-nilai kejawen Sasak. Dalam praktiknya, tradisi ini mengajarkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.

Pencak Silat, Jantung Kebudayaan dan Tradisi Bela Diri di Indonesia

Saat Maulid Adat tiba, seluruh warga desa terlibat dalam persiapan yang berlangsung berhari-hari. Mereka menyiapkan hasil bumi, bahan makanan, serta menghias Masjid

Kuno Bayan salah satu masjid tertua di Lombok yang seluruhnya dibangun dari kayu dan ijuk.

Menelusuri Jejak Magis Tari Sanghyang Pulau Dewata Bali

Rangkaian Maulid Adat Bayan terdiri dari beberapa tahap. Diawali dengan prosesi

menyiilaq, yakni penyerahan hasil bumi kepada tokoh adat sebagai simbol syukur. Lalu dilanjutkan dengan menutu, menumbuk padi bersama diiringi musik tradisional. Suara tumbukan padi menjadi irama khas yang melambangkan kerja sama dan kebersamaan masyarakat.

Pada malam hari, warga berkumpul di masjid untuk mendengarkan kisah Maulid Nabi, sambil membaca doa dan selawat. Di luar masjid, berlangsung ritual bisoq meniq, pembersihan simbolis yang menggambarkan penyucian diri.

Puncak perayaan diwarnai dengan makan bersama di halaman masjid. Warga membawa nasi dan lauk dari rumah masing-masing, kemudian menyantapnya bersama-sama tanpa

membeda-bedakan status sosial. Momen ini menjadi simbol persaudaraan yang sangat kuat di masyarakat Bayan.

Setiap unsur dalam Maulid Adat Bayan memiliki makna simbolik. Misalnya, sirih dan pinang yang disajikan sebagai persembahan melambangkan kesetiaan dan kejujuran.

Sementara beras yang ditumbuk bersama menandakan kerja kolektif dan kesejahteraan.

Menariknya, dalam beberapa perayaan juga digelar pertunjukan persean pertarungan tradisional antar pemuda dengan rotan yang dipahami bukan sebagai ajang kekerasan, melainkan lambang keberanian dan rekonsiliasi sosial.

Meski dunia terus berubah, masyarakat Bayan tetap setia menjaga keaslian tradisi ini. Bagi mereka, Maulid Adat Bayan bukan hanya ritual agama, melainkan juga cerminan jati diri dan cara mereka berterima kasih atas kehidupan.

Kini, tradisi tersebut mulai dilirik wisatawan sebagai wisata budaya dan religi. Namun, tokoh adat menegaskan bahwa Maulid Adat bukan untuk hiburan, melainkan sebagai ruang spiritual yang harus dijaga kesakralannya.

Halaman Selanjutnya
img_title