Makam Batu Berongga Kotak, Tradisi Waruga Pemakaman Unik Suku Minahasa
- https://www.instagram.com/p/BV0-bTFlcV0/?igsh=MWtoZnVjemFhZXJ2OA==
Budaya, VIVA Bali –Tradisi pemakaman Minahasa memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari suku lain di Indonesia. Salah satu warisan budaya yang paling menonjol adalah Waruga, makam batu berongga berbentuk kotak dengan tutup segitiga menyerupai atap rumah. Bagi masyarakat Minahasa, Waruga bukan hanya sekadar tempat peristirahatan terakhir, melainkan juga simbol filosofi kehidupan.
Waruga memiliki bentuk menyerupai rumah kecil dari batu. Di bagian atasnya terdapat tutup berbentuk prisma segitiga yang berfungsi melindungi jenazah. Hal menarik dari tradisi ini adalah cara jenazah ditempatkan. Mereka diletakkan dalam posisi meringkuk tumit menempel pada bokong dan mulut seolah mencium lutut. Posisi tersebut menyerupai bayi dalam kandungan ibu.
Selain itu, jenazah selalu dihadapkan ke arah utara. Bagi suku Minahasa, arah ini diyakini sebagai asal mula nenek moyang mereka. Filosofi ini dikenal dengan sebutan whom, yakni keyakinan bahwa manusia menutup kehidupannya dalam posisi yang sama saat ia memulai kehidupan di rahim.
Filosofi dan Simbol Status Sosial
Waruga bukan sekadar makam, melainkan sarat makna. Posisi meringkuk dianggap sebagai simbol kesucian sekaligus doa agar perjalanan arwah menuju alam baka berjalan baik. Tidak hanya itu, pada bagian tutup Waruga sering ditemukan ukiran dengan simbol tertentu.
Motif hewan menandakan bahwa jenazah adalah seorang pemburu, ukiran perempuan melahirkan menunjukkan dukun beranak, sedangkan motif kerumunan orang menandakan bahwa Waruga tersebut digunakan untuk satu keluarga. Dari ukiran-ukiran itu, masyarakat dapat mengetahui profesi maupun status sosial orang yang dimakamkan.
Sejarah dan Pergeseran Tradisi
Tradisi Waruga diyakini sudah berlangsung sejak abad ke-9, bahkan ada yang menyebut praktik ini sudah ada sejak 1500 SM pada masa prasejarah. Pada periode itu, masyarakat Minahasa percaya bahwa roh leluhur memiliki kekuatan magis sehingga wadah kubur harus dibuat sebaik mungkin.
Namun, pada tahun 1860, pemerintah kolonial Belanda melarang penggunaan Waruga. Alasannya, makam batu tersebut dianggap berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit. Larangan itu diperkuat dengan masuknya agama Kristen pada abad ke-19. Sejak saat itu, tradisi pemakaman dengan peti dan tanah mulai menggantikan Waruga.
Waruga di Masa Kini
Situs Waruga yang paling terkenal dan kini menjadi destinasi wisata sejarah adalah Taman Purbakala Waruga Sawangan, yang berlokasi di Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Di kompleks ini terdapat sekitar 143 Waruga yang masih terjaga hingga sekarang.
Waruga sendiri terdiri dari dua bagian, yakni bagian badan berbentuk kubus dan bagian tutup menyerupai atap rumah. Di dalamnya, arkeolog menemukan berbagai benda peninggalan, seperti tulang dan gigi manusia, periuk tanah liat, benda logam, pedang, tombak, manik-manik, gelang perunggu, hingga piring kuno. Temuan ini menunjukkan bahwa Waruga tidak hanya berfungsi sebagai makam, tetapi juga menyimpan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Minahasa kuno.
Kini, Taman Purbakala Waruga Sawangan menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang ramai dikunjungi. Selain menawarkan nilai sejarah, situs ini juga menyimpan pesan filosofi tentang kehidupan, kematian, dan penghormatan kepada leluhur.