Tarian Dadas, Media Spiritual Pengomatan dalam Tradisi Suku Dayak
- https://www.suarakarya.id/metro/pr-2601664068/Jadi-Juara-Pertama-Karnaval-Isen-Mulang-2019-Tari-Bal
Budaya, VIVA Bali – Di tengah hutan belantara Kalimantan, suku Dayak melestarikan ritual pengomatan—pembersihan rohani dari pengaruh negatif—melalui tarian sakral Dadas. Tradisi ini bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan jembatan komunikasi antara manusia dengan dunia gaib, yang tetap hidup di tengah modernisasi. Pengomatan merupakan ritual penting dalam kehidupan suku Dayak, khususnya sub-suku Dayak Ngaju dan Kahayan. Ritual ini dilakukan untuk membersihkan diri atau desa dari pantang larang (pelanggaran adat), penyakit gaib, atau energi negatif akibat bencana alam. Prosesnya dipimpin oleh Basir (dukun adat) yang berperan sebagai perantara roh. Tanpa pengomatan, masyarakat percaya kehidupan tidak akan seimbang dan berisiko mendapat murka alam.
Tarian Dadas menjadi inti dari ritual pengomatan. Penarinya—biasanya 5–7 orang pria dan wanita—mengenakan kostum tradisional sangkuang (pakaian dari kulit kayu) dan tangkulas (mahkota bulung enggang). Gerakan tarian mencerminkan alam: langkah kanan-kiri sebagai simbol keseimbangan hidup antara manusia dan alam; pukulan tameng untuk mengusir roh jahat dengan mandau (parang suci); serta putaran melingkar yang mengumpulkan energi positif dari semesta. Irama diiringi gandang (gendang) dan kledi (serunai bambu) yang dimainkan secara khusus untuk memanggil roh leluhur. Ritual pengomatan berlangsung dalam tiga tahap: pembukaan dengan Basir membakar dupa dan menyebarkan kunyit sebagai simbol penyucian; inti ritual berupa Tarian Dadas di mana penari bergerak mengelilingi pamatung (patung roh) sambil menyanyikan mantra Karing dalam bahasa Sangiang; serta penutup dengan persembahan sesajen nasi kuning, ayam kampung, dan tuak (minuman beralkohol) di tepi sungai sebagai tanda syukur.
Meski digerogoti zaman, pengomatan tetap dipraktikkan di desa adat seperti Tumbang Anoi (Kalteng) dan Pampang (Kaltim). Pemerintah daerah memasukkan ritual ini dalam Kalender Event Wisata Budaya untuk melestarikan warisan leluhur. Di Kota Palangkaraya, Sanggar Seni Dayak "Tampung Penyang" rutin mempertunjukkan Dadas dalam versi adaptasi tanpa menghilangkan esensi spiritualnya. Namun, generasi muda Dayak kini jarang menguasai ritual pengomatan secara utuh. Faktor urbanisasi dan minimnya dokumentasi tradisi lisan menjadi ancaman serius. Untuk itu, Basir senior seperti Petrus Kuyung (68) di Desa Tumbang Korik aktif mengajarkan gerakan Dadas kepada pemuda, dengan keyakinan bahwa tradisi ini merupakan jati diri suku Dayak yang harus dipertahankan.