Kontroversi Pencabutan ID Liputan, IJTI Peringatkan Soal Kebebasan Pers

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Herik Kurniawan
Sumber :
  • https://www.antaranews.com/berita/5140313/ijti-respons-pencabutan-identitas-liputan-wartawan-istana

Jakarta, VIVA Bali – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyoroti pencabutan kartu identitas liputan Istana dan mengingatkan pentingnya kebebasan pers sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Keracunan Massal Program MBG, Bareskrim Beri Rekomendasi untuk Pemerintah

"Tindakan pencabutan kartu identitas liputan dapat dipandang sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik, yang justru berpotensi membatasi akses publik terhadap informasi," kata Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan di Jakarta. Senin, 29 September 2025.

Lebih lanjut, Herik Kurniawan menyampaikan hal itu menanggapi pencabutan ID liputan yang dimiliki DV, jurnalis CNN Indonesia.

Pemerintah Tegaskan Program MBG Tidak Akan Dihentikan Pasca keracunan Massal

Diketahui, kartu identitas liputan ditarik setelah DV mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Sabtu, 27 September 2025.

"IJTI menyatakan keprihatinan atas penarikan kartu identitas liputan Istana dari rekan jurnalis DV yang dilakukan setelah ia bertugas menjalankan fungsi jurnalistik," ujar Herik Kurniawan, dilansir dari antaranews.com.

Pemerintah Menegaskan Tindak Cepat Kasus Keracunan Massal di Bandung Barat

Kemudian, Ketum IJTI menilai jika pertanyaan yang diajukan DV masih sesuai dengan etika profesi serta menyangkut kepentingan publik.

Selain itu, Herik Kurniawan menambahkan jika jawaban Presiden Prabowo Subianto terkait Program MBG justru memberikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat luas.

IJTI juga mengingatkan bahwa Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum yang menghambat pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dipidana maksimal dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta.

Di akhir pernyataannya, IJTI mengajak seluruh pihak untuk menjunjung tinggi prinsip demokrasi, menjaga kebebasan pers, serta melindungi hak publik untuk memperoleh informasi.