Bali Rentan Eksploitasi Anak di Sektor Pariwisata, ECPAT Indonesia Serukan Perlindungan
- https://www.antaranews.com/berita/5140665/ecpat-banyak-anak-bali-rentan-dieksploitasi-di-industri-pariwisata
Denpasar, VIVA Bali – End Child Prostitution in Asian Tourism (ECPAT) Indonesia, jaringan global organisasi masyarakat sipil yang fokus mengakhiri eksploitasi seksual terhadap anak, menyoroti tingginya risiko eksploitasi terhadap anak-anak di Bali, khususnya di sektor pariwisata.
Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Andy Ardian, dalam diskusi publik bertajuk "Mengakhiri Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Terhadap Anak di Sektor Informal dan Sharing Economy" di Denpasar, Senin, 29 September 2025, menyatakan bahwa anak-anak yang bekerja di Bali berpotensi menghadapi risiko serius terhadap perkembangan fisik dan mental, terutama bagi mereka yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Oleh karena kasus kekerasan seksual ini merupakan kasus kriminal ya, jadi agak sulit untuk mendapatkan data secara langsung, kecuali kasus ini terungkap," ujar Andy. Seperti yang dilansir dari antaranews.com.
Sebagai perbandingan, data BPS Bali 2024 menunjukkan angka yang lebih tinggi, yakni 2,97 persen anak berusia 10-17 tahun bekerja di sektor pariwisata, mulai dari pedagang kecil, pengamen, pekerja spa, hingga akomodasi informal berbasis rumah tangga.
Andy menekankan bahwa tren kenaikan pekerja anak ini membutuhkan kebijakan yang diperkuat, mekanisme penegakan hukum yang efektif, dan kolaborasi lintas pihak untuk melindungi anak-anak yang rentan di semua sektor, termasuk pariwisata Bali.
Ia menjelaskan bahwa banyak pekerjaan anak terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata yang mencerminkan hubungan kompleks dan sering tersembunyi antara pertumbuhan sektor wisata dan pekerja anak di Bali.
Pendapatnya, lingkungan kerja yang berisiko tinggi terhadap eksploitasi disebabkan oleh pengawasan yang terbatas.
Perlindungan anak di sektor pariwisata, khususnya di Bali, menjadi sangat penting mengingat Bali menyumbang 44 persen dari total devisa pariwisata Indonesia, dengan kontribusi mencapai Rp107 triliun terhadap perekonomian nasional.
"Jadi, Bali memang dikenal sebagai daerah destinasi wisata, yang memang itu sangat banyak wisatawannya, sekaligus berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia," kata Andy.
Namun, pertumbuhan pariwisata yang pesat dan tingginya arus wisatawan menimbulkan tantangan besar yang harus diperhatikan, terutama dalam menjamin perlindungan anak serta mendorong praktik pariwisata berkelanjutan.
Isu ini terkait erat dengan peran dan tanggung jawab sektor bisnis, baik formal maupun informal, serta kebijakan nasional dalam pengembangan pariwisata dan bisnis.
Oleh karena itu, Andy menekankan perlunya kolaborasi berbagai pihak termasuk pemerintah, sektor swasta, komunitas adat, dan masyarakat sipil untuk merumuskan strategi bersama. Langkah ini meliputi riset, advokasi kebijakan, penyusunan pedoman perlindungan anak bagi pemangku kepentingan, serta kampanye kesadaran yang komprehensif.
Tanpa intervensi konkret dari pemerintah dan sektor swasta sebagai penggerak utama kebijakan dan ekonomi, kata Andy, upaya perlindungan anak yang mengandalkan nilai tradisional dan kearifan lokal akan tetap terbatas.