Pemerintah Kota Mataram Keberatan Terhadap Pembebanan Royalti Lagu ke Tempat Hiburan

Sekda Kota Mataram Lalu Alwan Basri
Sumber :
  • Ramli Ahmad / VIVA Bali

Mataram, VIVA Bali – Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram nyatakan keberatan terkait polemik pembayaran royalti lagu yang dibebankan kepada berbagai tempat hiburan, termasuk kafe, restoran, dan hotel. 

Dampak MotoGP Mandalika Mulai Terasa, Ekonomi NTB Langsung Ngebut

Sekda Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, yang menganggap pengaturan tersebut terlalu ketat dan dapat berdampak negatif pada industri jasa yang menjadi andalan ekonomi Kota Mataram.

"Dari pengamatan kami, sektor ekonomi di Mataram, khususnya yang bergerak di bidang hiburan, makanan, minuman, serta perhotelan, akan semakin tertekan jika pembebanan royalti ini terus berlanjut. Kita harus duduk bersama, mencari solusi yang saling menguntungkan," ungkap Alwan, 13 Agustus 2025.

Turunkan 3.572 Personel Gabungan, Polri Sukses Amankan Perhelatan Event MotoGP Mandalika 2025

Alwan menyoroti bahwa dengan adanya kebijakan royalti yang dianggap membebani, potensi pendapatan dari industri hiburan di Mataram bisa terancam. "Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi pelaku usaha yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada sektor ini," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Hotel Mataram, Made Adiyasa, menyatakan bahwa asosiasi akan menggelar pertemuan dengan anggota untuk membahas polemik royalti musik. Hal ini dilakukan meskipun beberapa hotel di Mataram telah menerima tagihan pembayaran royalti dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan melakukan pembayaran.

Kasus Pengoplosan Beras Yang Diungkap Satgas Pangan Polda NTB Kini Dinyatakan Lengkap

"Kami akan mengadakan rapat pada tanggal 21 Agustus ini untuk membahas langkah-langkah mengenai pembayaran royalti musik ke depan," kata Adiyasa, Selasa 19 Agustus 2025. 

Ia juga menambahkan masih banyak hotel di Mataram belum membayar karena tengah menunggu hasil judicial review yang diajukan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait isu royalti ini.

Polemik ini mencuat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hak cipta dan perlindungan karya seni, namun di sisi lain, pelaku industri merasa terbebani oleh biaya yang dianggap tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. Kini, Pemkot Mataram serta pelaku industri mengharapkan adanya dialog konstruktif agar sektor hiburan di kota ini dapat terus berkembang tanpa kendala.