Protes Sound Horeg, Warga Kediri Diteror : Foto Disebar, Rumah Dihadapkan Speaker, hingga Dikeroyok!
- ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Kediri, VIVA Bali –Satu warga di Desa Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjadi korban teror usai menyuarakan protes terhadap kegiatan sound horeg di lingkungannya. Pria bernama Eko itu mengaku tidak hanya dikucilkan, tetapi juga mendapat intimidasi fisik dan sosial dari komunitas pendukung hiburan tersebut.
Dalam video yang diunggah oleh akun Instagram @vivacoid, Eko menyebutkan bahwa foto dirinya dan sang istri disebarkan di antara komunitas sound horeg, lengkap dengan narasi negatif yang menyudutkannya sebagai pihak penghambat acara musik keras itu.
“Foto kami itu disebar, Pak, di antara mereka. Bahwa ini lho yang menghambat keberadaan sound horeg itu,” ujar Eko, dikutip dari wawancara oleh akun Instagram @vivacoid. “Setelah kejadian itu, kami langsung diteror. Mulai dari jam setengah dua siang sampai jam sembilan malam. Mereka datang ke depan rumah dan sound system-nya langsung diarahkan ke rumah saya, suaranya dimatikan dulu lalu disetel sekeras-kerasnya,” tambahnya.
Teror tersebut, menurut Eko, berlangsung dalam bentuk tekanan psikologis maupun sosial. Ia dan keluarganya tidak hanya merasa terancam, tetapi juga dibayangi ketakutan berlarut-larut. Bahkan, ada momen saat rumahnya dikerumuni oleh massa dan dikeroyok pada tahun 2022.
Eko juga menjelaskan bahwa teror tidak hanya berbentuk suara bising dari speaker, tetapi juga mencakup pelecehan digital dan ancaman sosial. Ia menyebut beberapa warga memilih bungkam karena khawatir mengalami nasib serupa. “Ada iuran sampai Rp500 ribu per KK yang katanya wajib. Tapi, karena takut, banyak yang diam. Bahkan ada yang sampai mengungsi keluar desa,” ujar Eko dalam wawancara lanjutan yang dimuat oleh VIVA.co.id.
Ia menambahkan bahwa dirinya sempat melaporkan kejadian tersebut ke Kepala Desa. Namun laporan itu tidak mendapatkan tanggapan.
“Sudah saya laporkan ke kepala desa, tapi tidak digubris. Seolah-olah saya dibiarkan menghadapi sendiri situasi ini,” ungkapnya.
Setelah tekanan terus berlangsung, akhirnya Eko mendapat perhatian dari aparat penegak hukum. Ia menyampaikan bahwa pihak kepolisian sudah turun tangan, meskipun efek teror belum sepenuhnya hilang dari benak keluarganya.
“Alhamdulillah saya dapat atensi dari Pak Kapolres. Tapi istri saya syok berat. Anak saya juga jadi takut keluar rumah,” ucap Eko dengan nada getir.
Fenomena sound horeg sendiri kini menjadi polemik nasional. Sebagai bentuk hiburan warga, sound system berdaya besar ini kerap digunakan dalam acara lokal, namun seringkali melanggar batas waktu dan intensitas suara. Di sejumlah daerah, aktivitas ini bahkan telah difatwakan haram oleh organisasi keagamaan karena dianggap mengganggu ketertiban umum.
Masyarakat pengguna media sosial ikut merespons kasus Eko dengan tagar dukungan seperti #SavePakEko dan #TolakSoundHoreg. Banyak yang menyayangkan lemahnya perlindungan terhadap warga yang menyuarakan haknya atas ketenangan dan keamanan.
Kejadian ini menjadi contoh nyata dari perlunya regulasi dan ketegasan hukum terhadap kegiatan hiburan liar di lingkungan perumahan. Pemerintah daerah diimbau membuat kebijakan tegas untuk menyeimbangkan hak berekspresi dengan hak masyarakat atas kenyamanan dan ketertiban.