Sudah Musim Kemarau Tapi Tetap Hujan, Ini Penjelasan Kemarau Basah
- https://www.vecteezy.com/photo/13589973-rain-drops-from-the-eaves-as-it-rains
Viva Bali – Musim kemarau identik dengan cuaca panas dan minimnya curah hujan. Namun, pada tahun 2025, fenomena yang berbeda terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Meskipun memasuki musim kemarau, hujan masih turun dengan intensitas yang cukup tinggi. Fenomena ini dikenal dengan istilah "kemarau basah". Apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya kemarau basah, dan apa dampaknya bagi masyarakat?
Apa Itu Kemarau Basah?
Kemarau basah adalah kondisi di mana curah hujan tetap tinggi meskipun sudah memasuki musim kemarau. Fenomena ini berbeda dengan musim kemarau pada umumnya yang ditandai dengan minimnya curah hujan. Menurut BMKG, sekitar 26% wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat lebih basah dari normal pada tahun 2025.
Penyebab Terjadinya Kemarau Basah
Kemarau basah terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor klimatologis yang saling berkaitan. Salah satu penyebab utamanya adalah kondisi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang berada dalam fase netral.
Fase ini menunjukkan bahwa tidak ada gangguan besar dari sistem iklim global, baik dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia, yang biasanya sangat berpengaruh terhadap pola musim di Indonesia. Ketika keduanya netral, pola cuaca menjadi lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang bisa menghasilkan curah hujan meski secara umum memasuki musim kemarau.
Selain itu, suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia yang cenderung lebih hangat dari biasanya juga turut memperkuat potensi hujan. Air laut yang lebih hangat mendorong penguapan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembentukan awan hujan. Kondisi ini diprediksi akan bertahan hingga bulan September.
Di sisi lain, masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau biasanya juga ditandai dengan atmosfer yang labil. Ketidakstabilan ini dapat memicu terbentuknya awan-awan konvektif seperti Cumulonimbus (CB), yang kerap menjadi penyebab cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat, petir, angin kencang, hingga hujan es. Kombinasi ketiga faktor inilah yang menjadi penjelasan ilmiah atas terjadinya fenomena kemarau basah di Indonesia.
Dampak Kemarau Basah bagi Masyarakat
Fenomena kemarau basah membawa dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat, terutama karena pola cuaca yang tidak sesuai dengan musim yang seharusnya. Di sektor pertanian, misalnya, kondisi ini menuntut para petani untuk lebih adaptif dalam merencanakan jadwal tanam. Musim kemarau yang semestinya kering, justru masih diwarnai curah hujan tinggi yang bisa mengakibatkan kelebihan air di lahan pertanian. Akibatnya, tanaman menjadi lebih rentan terserang penyakit dan hama.
Dampak lain dari kemarau basah juga dirasakan pada sektor kesehatan masyarakat. Suasana lembap yang berlangsung lebih lama dari biasanya menciptakan lingkungan yang ideal bagi berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah. Selain itu, curah hujan yang terus-menerus dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Di sisi lain, infrastruktur juga tidak luput dari dampaknya. Hujan deras yang datang secara tiba-tiba dapat memicu banjir dan longsor, terutama di daerah rawan. Aktivitas ekonomi dan sosial pun ikut terdampak, mulai dari keterlambatan distribusi logistik hingga kendala mobilitas masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, fenomena kemarau basah perlu diantisipasi secara menyeluruh, baik oleh individu, komunitas, maupun pemerintah.
Prediksi Kemarau Basah di Indonesia
BMKG memprediksi bahwa puncak musim kemarau 2025 akan terjadi pada Juni hingga Agustus, dengan wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus. Namun, sekitar 26% wilayah diprediksi mengalami kemarau dengan sifat lebih basah dari normal.
Fenomena kemarau basah yang terjadi pada tahun 2025 menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat memengaruhi pola cuaca yang tidak biasa. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti informasi cuaca dari BMKG untuk mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi. Dengan pemahaman yang baik tentang fenomena ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang tidak menentu.