Ngadulag, Tradisi Ramadan Sunda yang Hampir Hilang tapi Penuh Makna

Anak-Anak sedang memukul bedug.
Sumber :
  • https://garut.inews.id/read/279874/ngadulag-tradisi-orang-sunda-menyambut-ramadahan

Budaya, VIVA Bali – Pernahkah kamu merasakan suasana Ramadan di kampung Sunda? Salah satu yang bikin merinding sekaligus hangat adalah dentuman bedug yang ditabuh ramai-ramai oleh anak-anak dan pemuda saat malam hari. Tradisi ini dikenal dengan nama Ngadulag.

Pesona Kampung Adat Praijing, Menyelami Rumah Traditional Nusa Tenggara Timur

Ngadulag bukan hanya sekadar memukul bedug. Ia adalah suara yang memanggil warga untuk berkumpul, sholat berjamaah, dan merayakan kebersamaan di bulan suci. Bedug dipukul dengan irama khas, terkadang cepat, terkadang lambat, seolah menyampaikan pesan: “Ayo, mari kita sambut Ramadan dengan semangat dan kebersamaan.”

Asal Kata dan Makna Ngadulag

Kata Ngadulag berasal dari kata “dulag” yang berarti bedug. Jadi, Ngadulag bisa diartikan sebagai kegiatan menabuh bedug.

Eksklusif! Kain Tapis Lampung, Tekstil Megah dengan Sulaman Emas

Namun, maknanya lebih dalam dari sekadar bunyi. Bagi masyarakat Sunda, Ngadulag adalah:

1. Ajakan beribadah

Mengingatkan warga untuk sholat tarawih atau sahur.

2. Simbol kebersamaan

3 Festival Budaya Yogyakarta yang Memukau

Anak-anak, remaja, hingga orang tua ikut serta.

3. Warisan budaya

Bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat Sunda.

Waktu Pelaksanaan

Dilansir dari akun Instagram Jaswita Jabar, Ngadulag biasanya dilakukan di tiga momen penting Ramadan:

1. Menjelang Tarawih

Bedug ditabuh setelah adzan Isya, jadi warga tahu saatnya berangkat ke masjid.

2. Saat Sahur

Bunyi bedug jadi alarm alami. Bagi yang belum bangun, suara ini jadi pengingat untuk segera sahur.

3. Malam Takbiran

Menjelang Idul Fitri, Ngadulag semakin meriah. Bedug dipukul dengan penuh semangat, bersahut-sahutan dengan gema takbir.

Suasana Ngadulag di Kampung

Bayangkan suasana di sebuah kampung saat Ramadan, anak-anak berlarian sambil membawa alat pemukul, pemuda berbaris di depan bedug besar, lalu… dug dug dug! Suara bedug menggelegar, diikuti sorak-sorai gembira.

Kadang, mereka membuat irama khusus, saling bersahutan, bahkan ada yang adu kreativitas pola pukulan. Bagi warga, ini bukan hanya hiburan, tapi juga rasa memiliki tradisi.

Tantangan di Era Modern

Sayangnya, tradisi ini mulai jarang ditemui di kota-kota besar. Beberapa penyebabnya:

1. Modernisasi

Alarm sahur diganti dengan jam digital atau smartphone.

2. Perubahan gaya hidup

Kesibukan membuat orang lupa tradisi.

3. Kurangnya minat generasi muda

Lebih memilih gadget dibanding berkumpul menabuh bedug.

Pentingnya Melestarikan Ngadulag

Tradisi Ngadulag bukan hanya tentang bedug yang ditabuh, melainkan simbol budaya, kebersamaan, spiritualitas, dan sejarah masyarakat Sunda. Setiap dentumannya mengingatkan kita pada identitas leluhur sekaligus mempererat ikatan sosial di bulan suci. Melestarikannya berarti menjaga warisan berharga agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.

Ngadulag adalah lebih dari sekadar memukul bedug. Ia adalah irama kebersamaan, suara budaya, dan gema spiritual masyarakat Sunda. Meski zaman terus berubah, semoga tradisi ini tetap hidup, karena suara bedug bukan hanya tanda waktu, tapi juga pengikat hati dan kenangan Ramadan yang tak tergantikan.