Tradisi Nyadran Kali di Desa Wisata Kandri Sebagai Simbol Keharmonisan Alam
- https://genpijateng.com/nyadran-kali-tradisi-budaya-di-tengah-hiruk-pikuk-kota-semarang/
Budaya, VIVA Bali – Tradisi Nyadran Kali merupakan ritual adat yang masih dilestarikan di Desa Wisata Kandri, Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada sungai atau kali yang menjadi sumber kehidupan mereka. Selain memiliki nilai spiritual, Nyadran Kali juga berfungsi sebagai media penguatan ikatan sosial dan pelestarian lingkungan di kawasan desa wisata tersebut.
Sejarah dan Latar Belakang Tradisi Nyadran Kali
Dilansir dari laman resmi kandri.semarangkota.go.id Desa Wisata Kandri di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, kembali hidup dalam semarak tradisi Nyadran Kali pada Minggu, 22 Desember 2024 tahun lalu. Kirab budaya yang menjadi bagian dari rangkaian Nyadran Kali ini merupakan warisan leluhur yang terus dilestarikan oleh masyarakat setempat. Tradisi ini menggambarkan rasa syukur mendalam warga atas melimpahnya sumber mata air yang menjadi penopang kehidupan, terutama bagi para petani yang menggantungkan penghidupannya pada keberadaan air bersih. Budaya Nyadran Kali atau Sendang ini telah diselenggarakan secara turun-temurun, setahun sekali setiap Hari Kamis Kliwon Bulan Jumadil Akhir oleh Pokdarwis Pandanaran Desa Wisata Kandri sebagai pengelola desa wisata.
Semarak Tradisi Nyadran Kali di Desa Wisata Kandri
Dilansir pada laman resmi jadesta.kemenpar.go.id, prosesi Kirab Budaya Nyadran Kali atau Sendang diawali dengan pengambilan air dari tujuh sumber mata air berbeda yang ada di wilayah Desa Wisata Kandri. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum pelaksanaan kirab. Selanjutnya, air tersebut disemayamkan selama satu malam di rumah sesepuh atau Ketua RW (Rumah Palereman). Baru keesokan harinya, air tersebut dikirab dari Sendang Kidul menuju Sendang Gede yang berjarak kurang lebih 900 meter, diiringi oleh properti seperti kepala kerbau, gong, jadah, gunungan buah dan polowijo, nasi bakul, dan daun pisang, diawali dengan kegiatan seremonial.
Sesampainya di pelataran Sendang Gede, air dan properti kirab diserahterimakan oleh sesepuh Kampung Kandri kepada juru kunci Sendang Gede yang didahului oleh Tarian Tirta Suci Dewi Kandri yang dibawakan oleh 18 orang penari putra dan putri. Selanjutnya, air tersebut disiramkan ke sawah, sedangkan properti yang lain dibagikan dan diperebutkan oleh para pengunjung. Kirab budaya diakhiri dengan makan bersama beralaskan daun pisang serta lauk pauk yang telah dibawa warga saat arak-arakan. Setelah makan, gunungan hasil bumi dan gunungan jajan pasar diperebutkan oleh warga dan para wisatawan yang ikut datang menonton.
Simbolisme dan Filosofi dalam Prosesi Nyadran Kali
Dilansir pada laman resmi genpijateng.com, pada prosesi tersebut warga membawa kepala sapi, jadah, dan gong. Semua itu memiliki simbol filosofi tersendiri, seperti kepala sapi atau kerbau yang melambangkan penghilangan kebodohan. Jadah atau gemblong menjadi simbol perekat antarwarga, sedangkan gong berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyuarakan sehingga Kandri dapat dikenal luas. Kegiatan Nyadran ini bertujuan merekatkan warga agar saling gotong royong. Gong hanya dibunyikan saat nyadran dimulai. Kepala sapi setelah prosesi dimasak oleh warga, sedangkan jadah atau gemblong dibagikan saat nyadran selesai.
Pelestarian dan Harapan Masyarakat
Dilansir pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, pelestarian warisan budaya tak benda sangat penting sebagai bagian dari identitas bangsa. Pelestarian tradisi Nyadran Kali dilakukan melalui kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga kebudayaan. “Adanya kegiatan ini semakin menambah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Kandri, yang secara tidak langsung akan berdampak pada perekonomian warga Kandri itu sendiri,” ujar Ibu Mutmainah, Kepala Lurah Kelurahan Kandri pada genpijateng.com. Tantangan modernisasi dan perubahan gaya hidup menjadi perhatian utama dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini. Oleh karena itu, edukasi dan promosi budaya menjadi strategi penting untuk menarik minat generasi muda dan wisatawan.