Kenapa Orang Tua Sulit Minta Maaf? Psikiater Ungkap Luka Antargenerasi

Ilustrasi orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/man-in-blue-shirt-using-a-laptop-8949349/

Lifestyle, VIVA Bali – Kalimat “Orang tua saya gak pernah minta maaf, bahkan saat jelas-jelas menyakiti saya.” kerap terdengar dari generasi muda saat ini. Rasa kecewa, luka batin, bahkan trauma yang muncul dari hubungan dengan orang tua bukan lagi hal tabu untuk dibicarakan. Namun, di balik keresahan itu, adakah penjelasan yang lebih dalam?

Kurang Tidur? Ini 5 Cara Ampuh Agar Tetap Berenergi Sepanjang Hari

Psikiater dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, memaparkan sebuah pandangan menarik dalam peluncuran bukunya Pulih dari Trauma, Minggu (13/7) di Jakarta. Menurutnya, trauma yang banyak dialami oleh anak-anak muda bukan hanya karena orang tua tidak minta maaf, tetapi karena adanya benturan budaya antar generasi dalam cara menyampaikan penyesalan dan berkomunikasi.

“Ada pergeseran budaya. Cara mereka meminta maaf berubah dengan cara kita berharap mereka meminta maaf. Tabrakan budaya ini yang menyebabkan trauma,” ujar Jiemi.

Kecanduan Judi Online? Bisa Jadi Bukan Masalah Uang, Tapi Luka Batin!

Pada masa lalu, orang tua tidak terbiasa meminta maaf secara langsung. Mereka menunjukkan penyesalan melalui tindakan nonverbal: memasakkan makanan favorit, bersikap lebih lembut, atau diam-diam memperbaiki sesuatu yang mereka rusak. Pada zaman itu, itu sudah cukup. Bahkan dianggap bijaksana.

Namun generasi sekarang, yang tumbuh di tengah gempuran informasi dan kesadaran emosional yang lebih tinggi, justru menginginkan komunikasi terbuka dan eksplisit. Kata-kata seperti “aku minta maaf, aku salah,” menjadi simbol validasi emosional yang dinantikan.

Bukan Mitos! Tidur Lebih Awal Bikin Kamu Lebih Rajin Bergerak

Ketika ekspektasi ini tak terpenuhi, anak-anak muda merasa tidak dihargai, tidak dimengerti, dan akhirnya membangun jarak emosional dengan orang tua. Di sinilah, menurut Jiemi, benih trauma kerap tumbuh.

Banyak orang mengira trauma masa kecil semata-mata karena kesalahan orang tua. Tapi Jiemi mengajak publik melihat dari sudut yang lebih luas: ini adalah tabrakan budaya. Orang tua punya niat baik, namun cara mereka dibentuk oleh zaman membuat mereka tidak terbiasa mengekspresikan penyesalan secara verbal.

Halaman Selanjutnya
img_title