Menyibak Tabir Ngaben Tradisi Perpisahan Sakral di Tanah Bali
- http://freepik.com/
Gaya Hidup, VIVA Bali –Pulau Bali tak hanya terkenal karena pesona alamnya yang memukau, tetapi juga karena kekayaan adat dan budaya yang terus hidup di tengah arus modernitas. Salah satu tradisi paling ikonik dan sakral dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali adalah upacara Ngaben. Meski terlihat sebagai prosesi pembakaran jenazah, sebenarnya Ngaben menyimpan filosofi mendalam tentang kehidupan, kematian, dan pelepasan jiwa menuju alam yang lebih tinggi.
Makna Spiritual di Balik Api
Ngaben adalah prosesi kremasi untuk mengembalikan unsur-unsur tubuh manusia ke alam semesta. Dalam ajaran Hindu Bali, tubuh manusia terdiri dari lima elemen dasar, yaitu tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), udara (bayu), dan ruang (akasa). Upacara ini bertujuan untuk melebur kelima elemen tersebut agar roh (atma) bisa bebas dari keterikatan duniawi dan melanjutkan perjalanannya ke alam kelahiran kembali, atau bahkan mencapai pembebasan akhir (moksa).
Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa tanpa upacara Ngaben, roh seseorang akan terperangkap di dunia dan tidak bisa mencapai kedamaian. Oleh karena itu, ritual ini dianggap sebagai kewajiban sakral keluarga terhadap leluhurnya. Upacara ini diyakini sebagai jalan untuk mempercepat penyatuan roh dengan sumber asalnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Prosesi yang Tidak Boleh Asal-asalan
Setiap tahap dalam Ngaben dilakukan dengan penuh pertimbangan dan ritual tertentu. Tidak semua keluarga dapat langsung melaksanakan Ngaben setelah seseorang meninggal. Ada yang harus menunggu waktu atau menunda karena kendala biaya. Dalam kondisi seperti ini, jenazah biasanya akan disimpan terlebih dahulu di dalam pura (pelemahan) atau dimakamkan sementara sambil menunggu upacara kremasi dilangsungkan.
Sebelum hari pelaksanaan, keluarga bekerja sama dengan sulinggih (pendeta Hindu) dan tokoh adat untuk menentukan hari baik (dewasa ayu). Pembuatan bade atau menara kremasi pun dikerjakan secara gotong royong. Menara ini biasanya dibuat dari kayu dan bambu, dihias dengan ornamen warna emas, merah, dan putih, serta simbol-simbol dewa sebagai bentuk penghormatan.