Lebih dari Sekadar Tradisi, Menguak Makna Spiritual Galungan dan Kuningan
- I Ketut Angga Wijaya/ VIVA Bali
Gumi Bali, VIVA Bali –Bagi umat Hindu, khususnya di Bali, Hari Raya Galungan dan Kuningan bukan sekadar perayaan rutin. Lebih dari itu, kedua hari raya yang dirayakan dalam satu rangkaian setiap 210 hari sekali ini menyimpan makna filosofis dan spiritual yang mendalam, berpusat pada kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan).
Dilansir dari keterangan tertulis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Ditjen Bimas Hindu) Kementerian Agama RI, esensi utama Galungan adalah momentum kemenangan kebenaran. Secara etimologi, kata "Galungan" sendiri memiliki arti "bertemu" atau "bersatu", yang melambangkan penyatuan kekuatan rohani dalam diri manusia untuk mencapai kemenangan kebaikan. Keyakinan umat Hindu pada hari Galungan adalah turunnya para leluhur ke bumi untuk memberikan berkat dan perlindungan, semakin menguatkan nilai spiritual perayaan ini.
Rangkaian Galungan diawali dengan Penampahan Galungan, sebuah ritual penyembelihan hewan yang sarat simbolisme. Tindakan ini bukan sekadar tradisi, melainkan representasi pengendalian diri terhadap sifat-sifat buruk dalam diri manusia, sekaligus menjadi persembahan yang tulus.
Puncak dari perayaan Galungan, yang pada tahun 2025 jatuh pada Rabu, 23 April dan Rabu, 19 November, menjadi hari kemenangan dharma yang dirayakan dengan khidmat. Keesokan harinya, Umanis Galungan, yang jatuh pada Kamis, 24 April dan Kamis, 20 November, menjadi waktu untuk mempererat tali persaudaraan melalui kunjungan dan silaturahmi antar keluarga serta kerabat. Momen ini memperkuat nilai kebersamaan setelah kemenangan spiritual diraih.
Sepuluh hari setelah Galungan, umat Hindu merayakan Hari Raya Kuningan, yang pada tahun 2025 jatuh pada Sabtu, 3 Mei dan Sabtu, 29 November. Kata "Kuningan" dipercaya berasal dari kata "kuning", yang melambangkan kemuliaan dan kesejahteraan. Pada hari yang istimewa ini, umat Hindu memanjatkan permohonan keselamatan, kemakmuran, dan perlindungan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasi-Nya (para Dewata). Sehari sebelum Kuningan, terdapat Penampahan Kuningan pada Jumat, 2 Mei dan Jumat, 28 November, yang diisi dengan persiapan berbagai keperluan upacara.
Dirjen Bimas Hindu , Prof. Dr. Drs I Nengah Duija, M.Si menjelaskan, perayaan Galungan dan Kuningan bukan sekadar ritual seremonial, melainkan sebuah pengingat akan pentingnya menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kemenangan dharma atas adharma diharapkan tidak hanya terjadi secara simbolis, namun juga terinternalisasi dalam setiap tindakan dan pemikiran umat Hindu,” ujarnya.