Garam Kusamba Warisan Pangan Tradisional Bali yang Legendaris

Garam Kusamba Putih Kristal
Sumber :
  • https://www.freepik.com/free-photo/salt-wooden-small-plate_11996033.htm

Tradisional, VIVA Bali –Garam sejatinya bukan sekadar bumbu masakan atau pemberi rasa asin di lidah, karena pada setiap butir kristalnya tersimpan kisah panjang dan kerja keras para petani. Proses pembuatan garam menjadi bukti bahwa menciptakan butiran garam tidak semudah menaburkannya ke piring. Ada ketekunan, kesabaran, dan tradisi turun-temurun dalam mengubah air laut menjadi mineral penting bagi tubuh manusia. Meski garam selalu asin, namun tempat dan cara pengolahannya menghadirkan cita rasa yang berbeda.

Galeri Abode Bali Surat Cinta Warisan Budaya Majapahit bagi Generasi Muda

Di tengah gempuran garam industri dan produk rafinasi, masih ada daerah di Indonesia yang setia mempertahankan cara tradisional dalam menghasilkan garam alami. Salah satunya adalah Desa Kusamba dan Desa Pesinggahan di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Kedua desa itu berada di pesisir Pantai Kusamba yang berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, sekitar 40 kilometer ke arah timur Kota Denpasar.

Proses pembuatan garam di Kusamba masih sangat tradisional dan telah dikerjakan sejak tahun 1500-an. Para petani garam akan mengambil air laut di pesisir Kusamba memakai alat sederhana berupa tampah atau daun kelapa. Air laut itu kemudian disiramkan berkali-kali ke atas pasir hitam legam yang menjadi media alami pembentukan garam. Setelah disiram, pasir dijemur selama dua jam di bawah terik matahari. Bagian atas pasir yang telah mengandung garam kemudian diambil dan dibawa ke tempat penampungan untuk disuling, menghasilkan cairan yang disebut “air tua”. Tahapan berikutnya adalah penyiraman dengan “air muda”, yaitu air laut segar tanpa proses penjemuran. Cairan hasil penyulingan ini dijemur keesokan harinya dari pagi hingga sore menggunakan palung kelapa atau lembar geomembran sebagai wadah penguapan alami. Jika cuaca cerah, garam dapat dipanen dua hari kemudian.

Patung Bayi Sakah Gianyar Bali Simbol Kesucian dan Permohonan Keturunan

Garam Kusamba memiliki karakteristik unik dengan warna putih berkilau dan butiran besar menyerupai kristal. Rasanya tidak terlalu asin, justru gurih dengan sedikit sentuhan manis jika dibuat menggunakan palung kelapa. Tanpa tambahan bahan kimia, cita rasa alami ini menjadi pembeda utama dari garam Amed dan Tejakula. Harganya berkisar Rp30.000 per kilogram, lebih tinggi dari garam pabrik namun sebanding dengan kualitas dan nilai tradisinya. Pemasaran garam Kusamba dilakukan dari mulut ke mulut serta melalui media sosial dan e-commerce. Pembelinya tidak hanya warga lokal, tetapi juga wisatawan asing yang sengaja datang ke Kusamba bersama pemandu wisata untuk menyaksikan langsung proses pembuatannya yang unik. Pelanggannya kebanyakan berasal dari Jepang dan Prancis. Tak hanya itu, garam Kusamba juga dikirim ke Singapura sebagai penyedap rasa yang dijual di sejumlah pasar swalayan. Garam-garam kristal ini dikemas secara premium, menjadi simbol warisan budaya sekaligus produk organik asli Indonesia yang layak dikenal lebih luas, baik di tingkat nasional maupun global.