Menelusuri Kesakralan Upacara Melasti Menjelang Nyepi

Ilustrasi prosesi upacara Melasti menjelang hari raya Nyepi
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Gede_Putu_Agus_Sunantara_Melasti_Gianyar_Bali.jpg

Tradisi, VIVA BaliMelasti adalah salah satu upacara penting dalam kalender Hindu Bali, yaitu ritual penyucian yang dilakukan beberapa hari sebelum Nyepi. Upacara ini biasanya dilaksanakan di pantai, mata air suci, atau tempat keramat untuk “melarung” segala unsur negatif dan memohon agar alam, manusia, dan roh tetap selaras. Seperti yang dijelaskan oleh Bali.com, Melasti melibatkan proses membawa pratima (arca), pusaka, dan benda suci dari pura ke pantai untuk dibersihkan oleh air suci.

Ketika Suku Tengger Melempar Doa ke Kawah Bromo

Dari perspektif makna ritual, pemerintah Buleleng menyebut bahwa Melasti memiliki lima tujuan pokok: menyucikan alam semesta, memohon keselamatan dunia, menghilangkan dosa-dosa, memberi berkah bagi manusia, serta menata kembali keseimbangan kosmik. Ritual ini memaparkan bahwa manusia dan alam tidak bisa dipisahkan, pembersihan eksternal harus diiringi pembersihan batin.

Pelaksanaan Melasti melibatkan iring-iringan umat yang membawa sesaji, banten, dan benda suci menuju laut atau sumber air. Prosesi ini diwarnai doa, mantra, serta kidung sakral. Umat berjalan kaki dalam barisan, melantunkan pujian, dan terkadang dipimpin oleh pemangku atau pemimpin adat. Dalam proses “melarung,” sesaji dan benda suci diletakkan di tepi air, lalu dibersihkan dengan air suci.

Sigajang Laleng Lipa, Pertarungan Nyawa Demi Harga Diri Orang Bugis

Walaupun ritual ini terkesan monumental, element-elementnya punya makna yang dalam dan bisa dipahami sederhana. Misalnya, air laut atau mata air dianggap sebagai simbol kesucian dan kekuatan alam, ketika benda suci dicelupkan atau disiram air itu, diyakini segala unsur negatif yang melekat ikut terbawa. Begitu pula iring-iringan umat yang berjalan pelan di pagi hari bisa dilihat sebagai representasi perjalanan hidup manusia dari “dunia bawah” menuju “dunia suci.”

Melasti juga menjadi momen kolektif untuk memperkuat relasi sosial. Karena upacara ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Lansia, para pemuda, bale (keluarga), hingga desa adat, maka banyak warga berkumpul, saling membantu persiapan, dan merasakan kebersamaan. Menurut Pemerintah Buleleng, ini menjadi waktu untuk memperbaharui hubungan antar manusia, antar kelompok, serta relasi manusia dengan alam dan Tuhan.

Keindahan dan Makna di Setiap Lengkung Penjor Bali

Tantangan pelestarian Melasti muncul dari urbanisasi, perubahan sosial, dan bentuk wisata massal. Beberapa pura pantai kini menghadapi kepadatan pengunjung atau tekanan pariwisata, sehingga pewadahan ritual kadang disesuaikan agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. Namun ada pula upaya untuk menjaga integritas upacara, misalnya dengan membatasi jumlah peserta atau memilih pantai yang masih bersih dan sepi untuk ritual.

Ketika umat mulai melangkah ke pantai, membawa sesaji dan arca-arca suci, ketika kidung sakral mengalun dan air suci menyentuh benda suci, Melasti bukan sekadar ritual adat yang dipertahankan karena tradisi. Ia adalah sapaan kolektif kepada semesta agar kita tetap hidup dalam kesucian, bahwa ketika manusia menyucikan dirinya dan alamnya, kedamaian bisa mengalir dari inti spiritual menuju realitas kehidupan bersama.