Prasi Komik Khas Bali Kerajinan Seni Daun Lontar Warisan Budaya Tradisional

Seni Daun Lontar Prasi
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Prasi_Bali.jpg

Budaya, VIVA Bali –Prasi merupakan seni ukir atau lukisan di atas daun lontar yang menjadi salah satu warisan budaya khas Bali. Karya ini memadukan unsur narasi dan visual untuk menghadirkan kisah dalam bentuk gambar yang sarat detail dan makna. Setiap goresan di atas lontar bukan sekadar hiasan, melainkan menjadi media untuk menyampaikan cerita, nilai moral, serta filosofi kehidupan masyarakat Bali. Sekilas, kesenian ini tampak sederhana dengan corak klasik khas Bali, namun jika diperhatikan lebih dalam, Prasi menampilkan guratan yang rumit, penuh detail, dan memancarkan nuansa magis yang kuat. Berkat kemampuannya menggabungkan gambar dan alur cerita, Prasi pun kerap dijuluki sebagai “komik khas Bali” yang memikat sekaligus memiliki nilai sejarah tinggi.

Songket Silungkang, Saat Karya Tangan Menjadi Identitas Budaya

Seni budaya melukis Prasi telah berkembang di Bali sejak sekitar abad ke-15 hingga ke-16. Pada masa itu, daun lontar menjadi media penting untuk menulis dan mendokumentasikan pengetahuan, ajaran agama, serta kisah kehidupan masyarakat. Banyak manuskrip beraksara Bali yang masih tersimpan hingga kini menjadi bukti peran lontar dalam tradisi literasi dan kesenian masyarakat Bali. Seni Prasi tidak hanya berfungsi sebagai karya estetika, tetapi juga memiliki nilai sosial dan religius yang kuat. Lukisan-lukisan Prasi kerap digunakan untuk menulis awig-awig atau peraturan desa, kidung, catatan perkawinan, hingga berbagai naskah bertema agama Hindu, sastra Bali, astronomi, cerita rakyat, dan seni pertunjukan.

Untuk menghasilkan karya Prasi, para seniman Bali harus bekerja dengan ketelitian dan kesabaran tinggi. Media yang digunakan berupa daun lontar berukuran kecil—sekitar 25 sentimeter, menuntut penglihatan yang tajam serta ketekunan luar biasa. Dengan menggunakan alat khas bernama pengrupak, sejenis pisau kecil untuk mengukir permukaan lontar, para seniman mengguratkan setiap detail dengan hati-hati hingga tercipta karya yang sarat makna dan bernilai sejarah tinggi.

Misteri Tato Mentawai, Warisan Tertua atau Klaim yang Keliru?

Seluruh proses dilakukan secara manual dan menggunakan bahan alami, mulai dari media hingga tintanya, sehingga menjadikan Prasi sebagai karya seni yang ramah lingkungan. Setelah daun lontar digurat dengan teliti menggunakan pengrupak, permukaannya diberi warna dengan tinta alami dari kemiri yang dibakar hingga menghasilkan warna hitam kecokelatan. Setiap lukisan tidak dibuat dalam satu lembar lontar, melainkan terdiri dari beberapa lembar yang diukir, dihitamkan, dan dibersihkan satu per satu sebelum akhirnya disusun sesuai urutan cerita. Keunikan inilah yang membuat Prasi begitu diminati, terutama oleh wisatawan asing yang mengagumi keindahan artistik sekaligus nilai filosofis di balik setiap guratannya. Seiring waktu, seni lukis Prasi mengalami perkembangan dalam hal bentuk dan ukuran. Dahulu, karya Prasi umumnya dibuat dalam ukuran kecil, namun kini banyak seniman muda Bali yang mulai berinovasi dengan membuat karya berukuran besar bahkan mencapai panjang satu hingga empat meter. Pengerjaannya pun memerlukan waktu yang lebih lama. Jika prasi kecil dapat diselesaikan dalam satu hari, maka prasi berukuran besar bisa memakan waktu hingga dua bulan. Karya Prasi masa kini tidak hanya dijadikan sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai hiasan dinding atau dekorasi rumah yang memiliki nilai estetika tinggi. Lebih dari itu, setiap guratan pada lembar lontar tetap membawa simbol, kisah, dan makna filosofis yang merefleksikan kehidupan serta kearifan masyarakat Bali.