Makna Nyongkolan dalam Adat Pernikahan Masyarakat Sasak
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Penganten_nine_leq_adat_Nyongkolan_Lombok.jpg
Budaya, VIVA Bali –Prosesi Nyongkolan adalah tradisi sakral dalam masyarakat Sasak, Pulau Lombok, yang berlangsung sebagai rangkaian acara pernikahan. Dalam tradisi ini, pengantin pria bersama kerabatanya akan menjemput pengantin wanita menuju ke rumah pengantin wanita atau tempat akad. Menurut penjelasan dari website Lombok Click Holiday, prosesi ini dianggap sebagai simbol kesungguhan sang pria untuk mempersatukan diri dengan pengantin wanita dan keluarganya.
Prosesi Nyongkolan memiliki elemen-elemen yang kaya makna. Seperti disebutkan dalam Jurnal Islamic Review, rombongan pengantin pria biasanya diiringi irama musik tradisional seperti gendang dan alat musik tradisional lokal lainnya. Musik ini bukan sekadar pengiring, melainkan penguat suasana, menciptakan ritme yang menyemangati dan mengiringi perjalanan prosesi. Dalam banyak kasus, rombongan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan adat yang dihias secara khusus, melambangkan perjalanan hidup baru yang akan dilalui bersama.
Selain itu, dalam tradisi ini terdapat tahap amal qanun yang diadakan di rumah wanita setelah rombongan tiba. Dalam prosesi ini, keluarga wanita menyediakan jamuan adat sebagai simbol penerimaan terhadap laki-laki yang “menyambangi” keluarganya. Jurnal Islamic Review mencatat bahwa pada ritual ini keluarga wanita pun memberi wejangan atau doa bagi calon mempelai agar rumah tangga yang dibentuk menjadi sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Tata cara dan adat yang menyertai Nyongkolan juga bersifat lokal dan berbeda antar desa. Misalnya, ada daerah yang mewajibkan rombongan berhenti di beberapa titik tertentu, melakukan salam adat atau membacakan pantun. Semua ini menambah unsur kebersamaan dan kebermaknaan kepada masyarakat setempat. Tradisi seperti ini memperlihatkan bahwa Nyongkolan bukan sekadar ritual pernikahan, melainkan representasi nilai-nilai sosial, kehormatan, dan solidaritas.
Di era modern, tantangan pelestarian Nyongkolan semakin terasa. Urbanisasi, perubahan pola hidup, dan gaya pernikahan modern membuat prosesi ini menjadi berat untuk dijalankan secara utuh. Beberapa pasangan memilih mempersingkat atau melewatkan rangkaian adat demi efisiensi waktu dan biaya. Namun masyarakat Lombok juga makin sadar bahwa Nyongkolan bukan sekadar ritual lama, ia adalah akar budaya yang menjembatani generasi.
Peran masyarakat adat, lembaga budaya, dan pemerintah daerah menjadi sangat penting dalam upaya pelestarian. Misalnya, beberapa desa menggelar Nyongkolan terbuka dalam festival lokal agar generasi muda bisa menyaksikan dan memahami makna di baliknya. Dengan demikian, Nyongkolan tetap hidup tidak hanya sebagai kenangan masa lalu, tetapi menjadi pengalaman kolektif yang ikut membentuk identitas budaya Lombok.
Tradisi Nyongkolan mengingatkan kita bahwa pernikahan bukan hanya urusan dua insan, tetapi juga persatuan dua keluarga dan masyarakat. Dalam setiap langkah yang diiringi musik dan doa, tersimpan harapan agar kehidupan baru yang dibangun bersama menjadi penuh berkah, kebahagiaan, dan keteguhan dalam menjalani liku zaman.