Gambang Kromong, Warisan Musik Tradisional Khas Betawi
- https://www.instagram.com/p/DNCoHZ4Sij5/?igsh=MXJwNTlyYnRrZDR3cA==
Budaya, VIVA Bali – Gambang Kromong merupakan salah satu kesenian musik tradisional khas Betawi yang sarat makna dan sejarah panjang. Seni orkestra ini lahir dari perpaduan dua budaya besar: pribumi Betawi dan Tionghoa. Keunikan Gambang Kromong terletak pada instrumen musik yang digunakan, yaitu kombinasi antara alat musik gamelan Jawa dengan alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kong’ahyan. Nama kesenian ini sendiri diambil dari dua instrumen utama, yakni gambang (alat musik bilah kayu) dan kromong (sekumpulan gong kecil).
Popularitas Gambang Kromong semakin meluas seiring perannya yang tak hanya sebagai hiburan, melainkan juga bagian penting dalam kehidupan sosial masyarakat Betawi. Hingga kini, Gambang Kromong masih kerap dimainkan dalam acara hajatan, pertunjukan lenong, hingga panggung hiburan modern.
Sejarah Gambang Kromong
Kehadiran Gambang Kromong tidak bisa dilepaskan dari interaksi masyarakat Betawi dengan komunitas Tionghoa di Batavia. Menurut catatan sejarah, musik ini pertama kali dipopulerkan pada masa kepemimpinan Nie Hoe Kong, seorang kapitan Cina pada abad ke-18. Bermula dari orkes kecil yang hanya menggunakan gambang, kesenian ini kemudian berkembang dengan menambahkan kromong dan instrumen lainnya.
Perkembangannya semakin pesat pada tahun 1880 ketika Bek Teng Tjoe, kepala kampung Tionghoa Pasar Senen, menggabungkan musik gambang dengan iringan kempul, gendang, dan gong. Eksperimen ini berhasil memikat banyak kalangan, khususnya komunitas Tionghoa Peranakan atau yang dikenal dengan sebutan Cina Benteng.
Pada dekade 1930-an, Gambang Kromong kian populer dan menjadi ikon budaya Betawi yang melekat hingga sekarang.
Instrumen Gambang Kromong
Ciri khas utama Gambang Kromong adalah instrumennya yang beragam. Beberapa alat musik penting yang digunakan antara lain:
- Instrumen Tionghoa: sukong, tehyan, kong’ahyan.
- Instrumen gamelan: gambang, kromong, gong, gendang, kempul, ningnong, kecrek.
- Instrumen tambahan: bangsing (seruling bambu), hingga alat musik Barat seperti gitar, bas, organ, dan drum yang belakangan ditambahkan pada era modern.
Kolaborasi instrumen ini menghasilkan harmoni unik. Nada dasar Gambang Kromong menggunakan tangga nada pentatonis dengan nuansa khas Tionghoa, tetapi dalam perkembangannya menyesuaikan juga dengan tangga nada diatonis Barat.
Lagu Gambang Kromong
Jenis lagu yang dibawakan Gambang Kromong terbagi menjadi beberapa kategori, di antaranya:
- Phobin: lagu instrumental bernuansa Tionghoa klasik, umumnya digunakan untuk upacara adat.
- Sayur: lagu selingan atau hiburan dengan irama ringan, seperti Jali-jali, Surilang, atau Lenggang Kangkung.
- Rancag/Dalem: lagu yang mengiringi teater lenong dengan syair pantun Melayu-Betawi.
Kehadiran lagu-lagu tersebut menjadikan Gambang Kromong bukan hanya musik, melainkan sarana penyampaian cerita, kritik sosial, hingga humor.
Kostum Gambang Kromong
Selain musik, Gambang Kromong juga memperlihatkan identitas budaya melalui kostum para pemainnya. Pakaian tradisional yang dikenakan antara lain:
Laki-laki: sadariah (baju koko Betawi), ujung serong (pakaian bangsawan), atau kemeja batik.
Perempuan: kebaya encim dipadukan dengan kain batik cerah dan konde cepol.
Busana ini semakin menegaskan Gambang Kromong sebagai kesenian yang merepresentasikan perpaduan budaya Betawi dan Tionghoa.
Pelestarian Gambang Kromong menjadi penting, bukan hanya bagi masyarakat Betawi, tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan. Upaya ini bisa dilakukan melalui pendidikan seni, festival budaya, hingga kolaborasi dengan musik kontemporer.