Upacara Bekakak, Tradisi Sakral Warisan Kerajaan Yogyakarta yang Terus Dilestarikan

Boneka pengantin Bekakak, lambang penghormatan leluhur
Sumber :
  • https://budaya-indonesia.org/Upacara-Adat-Bekakak

Budaya, VIVA BaliYogyakarta, sebagai pusat kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa, menyimpan kekayaan budaya dan kesenian yang tinggi. Salah satu tradisi yang masih lestari dan diperingati setiap tahun adalah Upacara Bekakak yang digelar oleh masyarakat Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman. Upacara ini dikenal juga dengan nama Saparan Bekakak, yang diambil dari bulan Sapar (Safar) dalam penanggalan Jawa, bulan di mana ritual ini rutin dilaksanakan (indonesia.org).

Keindahan Tari Gambyong, Simbol Kelembutan Perempuan Jawa

Penyelenggaraan Upacara Bekakak dilansir dari indonesia.org dan jogjaprov.go.id, telah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1755 hingga 1792. Ritual ini merupakan bentuk permohonan keselamatan bagi warga Gamping sekaligus penghormatan kepada Kiai dan Nyai Wirosuto, abdi dalem Penangsang Sri Sultan HB I yang menjadi cikal bakal penduduk Gamping. Kisahnya bermula dari musibah yang menimpa sepasang pengantin dan keluarganya yang meninggal tertimbun longsoran Gunung Gamping saat menambang batu kapur. Bekakak sendiri berarti korban penyembelihan, namun dalam upacara ini yang disembelih adalah sepasang boneka pengantin yang terbuat dari tepung ketan dan cairan gula merah berbentuk pengantin laki-laki dan perempuan.

Rangkaian upacara diawali dengan pementasan fragmen "Prasetyaning Sang Abdi" yang menceritakan kisah Ki Wirosuto, dilanjutkan dengan kirab pengantin bekakak yang diarak menuju Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Kirab ini diiringi oleh tiga joli berisi sesajen dan diwarnai keunikan dengan hadirnya sekelompok anak yang berperan sebagai anak genderuwo, didampingi sepasang genderuwo dewasa yang mengawal pengantin bekakak. Pada malam sebelumnya, diadakan upacara midodareni layaknya pengantin sejati, sebagai simbol restu para bidadari yang turun ke bumi (indonesia.org).

Sisingaan Subang, Simbol Perlawanan dan Persatuan Warga

Bekakak terdiri dari dua pasang boneka pengantin dengan gaya Solo dan Yogyakarta. Pengantin laki-laki bergaya Solo dihias dengan ikat kepala ahestar, kalung sungsun, dan keris beruntaikan bunga melati, sedangkan pengantin perempuan memakai kemben biru dengan hiasan bunga dan subang. Sementara pengantin bergaya Yogyakarta mengenakan penutup kepala kuluk merah, selendang biru, kain lereng, dan kemben hijau. Tradisi unik yang dijaga ketat adalah bahwa bahan mentah bekakak disiapkan oleh para wanita, sedangkan proses pembuatannya dilakukan oleh para pria (jogjaprov.go.id).

Upacara Bekakak tidak hanya menjadi simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga penghormatan kepada leluhur dan cikal bakal masyarakat Gamping. Upacara ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan rutin digelar setiap tahun pada bulan Sapar, tepatnya pada hari Jumat antara tanggal 10-20 bulan tersebut (jogjaprov.go.id). Upacara Adat Saparan Bekakak Ambarketawang kembali diselenggarakan pada tanggal 7-8 Agustus 2025. Prosesi dimulai dengan pentas karawitan di Lapangan Ambarketawang, dilanjutkan pembukaan upacara dan kirab bekakak menuju Gunung Gamping. Penyembelihan bekakak menjadi puncak acara sebagai simbol permohonan keselamatan dan penghormatan kepada leluhur.

Perpustakaan Bayan, Sang Penjaga Ilmu di Tengah Tradisi