Desa Bali Pionir Bank Waktu Warga Tuker Jasa Pertukangan dengan Les Bahasa

Fajar Budakeling, Bank Waktu Satukan Masyarakat
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg#/media/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg

Lebih jauh lagi, Bank Waktu dianggap sebagai adaptasi ekonomi gotong royong ke era modern. Berbagai platform barter dan mata uang lokal menunjukkan kemiripan ini: “Inisiatif seperti bank waktu, di mana orang saling bertukar jasa tanpa melibatkan uang, merupakan adaptasi modern dari prinsip gotong royong”. Dengan kata lain, Bank Waktu tidak melanggar prinsip ekonomi nasional: gotong royong sebagai nilai Pancasila tetap dijunjung karena semua partisipan diperlakukan setara dalam transaksi jasa.

Bahkan pemerintah mendorong nilai ini; misalnya Kementerian Desa menyebut pembentukan relawan desa “dengan semangat gotong royong” ketika mengalokasikan Dana Desa untuk penanggulangan Covid-19. Ini menunjukkan posisi gotong royong sebagai basis penguatan ekonomi sosial di desa.

 

Bank Waktu di Indonesia dan Manfaatnya

 

Konsep Bank Waktu tidak hanya muncul di Bali. Beberapa komunitas di Indonesia telah bereksperimen dengan skema serupa. Misalnya, di Flores Timur (Adonara, NTT) komunitas petani mengimplementasikan ide “Bank Waktu” dalam kegiatan agrowisata pangan lokal. Di sana, para petani bekerja sama gotong royong menambah nilai produk pangan lokal dan memasarkan secara bersama.

Hal ini sejalan dengan data resmi bahwa kebiasaan gotong royong masyarakat desa terus dipantau oleh pemerintah. Menurut Indeks Desa Membangun (kemendes PDTT), gotong royong adalah dimensi sosial penting yang dipantau lewat survei rutin desa.