Desa Bali Pionir Bank Waktu Warga Tuker Jasa Pertukangan dengan Les Bahasa
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg#/media/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg
Inisiatif Bank Waktu pertama di Bali digagas oleh warga desa yang kreatif. Proyek ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat: pekerja terampil, guru privat, petani, dan pemuda desa. Sistemnya sederhana: setiap warga mendaftarkan keterampilan yang dimiliki dan yang dibutuhkan. Misalnya, seorang tukang kayu menuliskan ketersediaannya untuk pelayanan bangunan (carpentry) selama satu jam.
Seorang guru bahasa Inggris menawarkan satu jam les privat. Ketika kedua pihak sepakat, jam waktu tersebut ditukar si tukang kayu menerima satu jam les bahasa, guru menerima satu jam kerja pertukangan.
Contoh konkret: Kepala dusun terampil pertukangan bertukar waktu dengan pengajar bahasa. Dalam skala kelompok, tukang besi membantu memperbaiki pagar sekolah setempat selama 5 jam, lalu “menabung” 5 jam tersebut untuk dia gunakan memperoleh kursus komputer dari warga lain. Begitu pula, warga lain menukarkan waktu mereka; seorang pemuda menanam rumput di lapangan desa selama 2 jam agar mendapatkan 2 jam kursus menjahit dari ibu-ibu desa. Semua transaksi tercatat dalam sistem Bank Waktu desa sehingga transparan.
Mekanisme ini juga diaplikasikan pada proyek desa. Misalnya, pembangunan balai desa baru dilakukan secara padat karya warga (waktu tukang), dan imbalannya desa menyediakan program pemberdayaan (waktu pelatihan) sesuai Bank Waktu. Setiap kontribusi waktu secara sukarela dicatat dan dihargai.
Jadi, pengajar bahasa yang berdedikasi mengajar anak desa gratis juga bisa “menabung” lebih banyak waktu, lalu menggunakan simpanan waktu itu untuk jasa tukang bangunan atau kerumahtanggaan. Dengan kata lain, Bank Waktu di desa Bali memfasilitasi saling menolong tanpa uang, memanfaatkan potensi gotong royong dan keterampilan lokal.