Menggali Akar Marga dan Identitas Leluhur di Nusantara
- https://www.pexels.com/id-id/foto/tradisi-adat-istiadat-berpose-bergaya-12958470/
Budaya, VIVA Bali – Di banyak daerah di Indonesia, nama belakang bukan sekadar penanda. Ia adalah jejak leluhur, sekaligus tali pengikat antarwarga. Kita menyebutnya marga. Meski bentuk dan istilahnya berbeda, ada yang menyebut suku, fam, atau soa. Fungsi utamanya tetap sama, yakni menjaga asal-usul dan merawat solidaritas.
Menariknya, sistem marga ini tidak lahir dari seorang tokoh tunggal. Ia tumbuh alami dari kebutuhan masyarakat Nusantara yang kala itu hidup dalam komunitas agraris dan kesukuan. Menurut antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya "Pengantar Ilmu Antrpologi", pengelompokan ini bermula dari pengakuan pada seorang nenek moyang yang dianggap penting. Dari situlah terbentuklah nama marga, diwariskan turun-temurun sebagai tanda kekerabatan.
Di tanah Batak, misalnya, setiap orang selalu bisa menyebutkan marganya, lengkap dengan silsilah atau tarombo. Mereka meyakini asal-usul itu bersumber dari figur Si Raja Batak, leluhur yang menjadi titik mula banyak marga. Sistem adat Batak, yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu, bahkan mengatur relasi antar-marga, termasuk aturan ketat dalam perkawinan.
Bergeser ke Sumatra Selatan, kata “marga” punya makna lebih luas. Di Palembang, marga dulu bukan sekadar nama keluarga, melainkan unit pemerintahan adat. Kesultanan Palembang memanfaatkan struktur ini untuk mengatur rakyat, dan kemudian pemerintah kolonial Belanda melembagakannya pada abad ke-19.
Berbeda lagi dengan Minangkabau. Di ranah ini, marga tidak dikenal, tapi ada istilah suku. Bedanya, suku Minang diwariskan lewat garis ibu, sebuah sistem matrilineal yang unik. Nenek moyang perempuan menjadi pusat genealogis, sekaligus penentu garis keturunan.
Di ujung timur Indonesia, Maluku dan Papua mengenal sistem kekerabatan dalam bentuk fam atau soa. Nama-nama itu sering kali mengacu pada tokoh leluhur atau asal daerah tertentu, dan tetap dipakai hingga sekarang sebagai identitas keluarga besar.
Fungsi marga pada dasarnya serupa di banyak tempat. Bisa jadi penanda asal-usul, pengatur perkawinan, pengikat solidaritas sosial, hingga dasar hukum adat. Dalam pesta, kematian, atau bahkan konflik, ikatan marga sering kali menjadi benteng solidaritas yang paling kokoh.