Kekerasan di Barak? TNI Investigasi Kematian Prada Lucky
- https://www.instagram.com/p/DND2ZqtyScz/?igsh=MXJoMm9zMG1pZGo4aw==
Denpasar, VIVA Bali – Harapan seorang pemuda untuk mengabdi pada negara berakhir tragis. Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit TNI AD yang baru dua bulan bertugas, meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari di RSUD Aeramo, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Dikutip dari Antara, peristiwa memilukan ini terjadi saat Prada Lucky bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM), tempatnya ditugaskan setelah menyelesaikan pendidikan militer di Buleleng, Bali. Ia resmi menjadi anggota TNI pada Mei 2025, namun nyawanya terenggut pada Rabu, 6 Agustus 2025, pukul 10.30 WITA diduga karena penganiayaan oleh senior di satuannya.
Pihak Kodam IX/Udayana buka suara atas kejadian ini dan menyatakan bahwa kasus kematian Prada Lucky sedang ditangani secara serius oleh institusi militer.
“Kami telah mengetahui kejadian tersebut dan saat ini kasusnya sedang ditangani secara intensif,” ujar Kolonel Inf Chandra, Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana, dalam pernyataan resmi, Jumat, 8 Agustus 2025.
Meski penyebab pasti kematian masih menunggu hasil penyelidikan, dugaan sementara mengarah pada tindak kekerasan fisik dari oknum senior di dalam kesatuan.
“Terhadap para personel yang diduga terlibat, saat ini sedang dilakukan proses penyelidikan dan pemeriksaan oleh Subdenpom Kupang,” tambah Chandra.
Pihak Kodam menyampaikan belasungkawa mendalam atas wafatnya Prada Lucky dan memastikan bahwa semua pihak yang terbukti bersalah akan ditindak sesuai hukum yang berlaku di militer.
Kisah Prada Lucky menjadi sorotan karena ia belum lama mengemban status sebagai prajurit TNI. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar kemiliteran, ia langsung ditempatkan di Yon TP 834/WM sebuah satuan teritorial di daerah terpencil, yang menuntut fisik dan mental kuat.
Namun, bukan medan berat atau tugas negara yang merenggut nyawanya, melainkan diduga tindakan kekerasan internal dari sesama prajurit.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus kekerasan di tubuh militer, yang kerap disebut sebagai “pembinaan keras”, namun sering kali berbuntut luka fisik, trauma, bahkan kehilangan nyawa.
Kematian Prada Lucky menyisakan duka mendalam dan tanda tanya besar. Apakah institusi militer akan benar-benar terbuka dan menindak tegas para pelaku? Apakah akan ada reformasi sistemik untuk menghentikan budaya kekerasan dalam militer?
Publik kini menaruh harapan besar pada komitmen Kodam IX/Udayana untuk menjadikan peristiwa ini sebagai momen perbaikan menyeluruh, bukan sekadar penanganan administratif.
“Kasus ini menjadi perhatian serius bagi Kodam IX/Udayana dan jajaran untuk ditindaklanjuti secara serius,” tegas Kolonel Chandra.
Prada Lucky bukan hanya seorang prajurit muda. Ia adalah simbol harapan ribuan pemuda Indonesia yang ingin mengabdi pada tanah air. Namun dalam dua bulan masa tugasnya, ia tak sempat menorehkan jasa besar karena hidupnya direnggut terlalu cepat dan terlalu kejam.
Kini publik menanti akankah ada keadilan untuk Prada Lucky, ataukah namanya hanya akan menjadi bagian dari sejarah kelam yang terlupakan?