Perahu Layar Sangiang Bima, Tradisi Budaya yang Sarat Dengan Nilai Spiritual dan Mistis
- Juwair Saddam/ VIVA Bali
Penetapan waktu kompetisi Perahu Layar berpatokan pada tibanya musim angin tenggara. Tiap tahun biasanya angin tenggara muncul di akhir Juli atau awal Agustus.
Musim angin tenggara ini dianggap tepat karena kompetisi Perahu Layar mengambil star dari Pulau Gunung Sangiang menuju Pantai Desa Sangiang. Panjang lintasan sekitar 20 kilometer.
Sebelum kompetisi dimulai, orang Sangiang akan mengadakan ritual memanggil angin untuk memastikan kelancaran event. Ritual ini seperti orang berdoa pada umumnya. Hanya dibumbui aksi lempar periuk ke udara. Bagi orang Sangiang, periuk diyakini sebagai sumber kehidupan.
"Ritual ini sudah dilakukan turun temurun. Sejarahnya, orang-orang Sangiang pada zaman dulu biasanya bawa hasil alam ke luar daerah itu menggunakan kapal layar. Ketika di tengah laut angin mati, tentu barang muatan akan busuk. Makanya diadakan doa meminta angin," kata Saifullah.
Lomba Perahu Layar digelar pada waktu siang, bertepatan dengan tibanya angin tenggara. Dengan begitu, para pemilik harus membawa perahu lebih awal ke tempat star. Setiap perahu ditumpangi enam orang terlatih dengan satu diantaranya sebagai komando.
Bahkan dalam kepercayaan orang Sangiang, beberapa kejadian mistis yang sering terjadi saat perlombaan Perahu Layar menambah daya tarik dan keunikan tradisi ini. Menariknya, lomba ini digelar setiap hari selama sepekan penuh atau FSA berlangsung.
Animo masyarakat dari berbagai wilayah menyaksikan lomba ini sangat tinggi. Rela datang dari jauh hanya untuk memberi dukungan Perahu Layar jagoan mereka.