Perahu Layar Sangiang Bima, Tradisi Budaya yang Sarat Dengan Nilai Spiritual dan Mistis

Lomba Perahu Layar di Sangiang Kabupaten Bima, NTB
Sumber :
  • Juwair Saddam/ VIVA Bali

Tapi, euforia itu memiliki batas, karena mereka sadar itu hanya sebatas kompetisi dan hiburan. Bagi mereka "Di darat kita saudara, di laut adalah musuh".

Dipertanyakan Masyarakat, Pemkot Pastikan Pembangunan Kampus IAIN Bima Dilanjutkan

Sebelum kompetisi dimulai, para pemilik perahu melakukan beberapa ritual khusus sejak pembuatan perahu. Namun, ritual tersebut tergantung pada kepercayaan.

"Perahu Layar ini tidak seperti perahu pada umumnya dan hanya dipakai lomba. Tidak bisa dipakai melaut, kayak mancing atau jala ikan," kata Pemilik Sampan Layar Sembilan Naga, Saifulah, asal Desa Sangiang pada Bali.viva.co.id, Minggu 3 Agustus 2025.

4 Terdakwa Narkotika di Bima Dituntut Pidana Mati

Sebelum pembuatan Sampan Layar dimulai, biasanya diadakan doa bersama. Memohon keselamatan dan keberkahan pada Allah SWT.

Orang Sangiang umumnya Wera mengibaratkan perahu seperti manusia dan harus berjenis kelamin laki-laki. Ketika membuat perahu, penyatuan papan dimulai dari perut sebagai simbol keperkasaan. Perahu Layar pantang disentuh oleh perempuan.

Gempa Bumi M 4,9 Guncang Bima

"Jadi, selama kompetisi berlangsung perahu tidak boleh disentuh perempuan, makanya dijaga setiap saat. Apalagi perempuan yang sedang haid," jelas dia. 

Proses pembuatan perahu memakan waktu sampai 3 bulan. Biasanya dibuat 3 atau 4 bulan sebelum Festival Sangiang Api digelar. 

Halaman Selanjutnya
img_title