Generasi Muda Bali Enggan Bertani, Masa Depan Sawah Terancam?

Pekaseh (ketua) Subak Aseman IV, I Wayan Suka Artama
Sumber :
  • Tabanan Media Center/ VIVA Bali

Tabanan, VIVA Bali –Di tengah semarak panen raya di Subak Aseman, Tabanan, terselip kekhawatiran mendalam mengenai masa depan pertanian Bali. Subak seluas 127 hektar di Desa Tangguntiti, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupatan Tabanan, Provinsi Bali  ini tengah merayakan hasil panen padi varietas unggul Inpari Nutri Zinc. Namun, di balik kegembiraan itu, terungkap fakta bahwa mayoritas petani di subak ini didominasi oleh generasi tua.

Tingkatkan Patroli, Cara Polres Jembrana Cegah Premanisme

 

Pekaseh (ketua) Subak Aseman IV, I Wayan Suka Artama (56), mengungkapkan bahwa sekitar 65 persen dari 221 kepala keluarga petani di subaknya berusia di atas 50 tahun. Jumlah anak muda di bawah 40 tahun yang aktif bertani sangat minim, bahkan bisa dihitung jari.

Tabanan Makin Keren! Internet Gratis Sambangi Fasos, Fasum, hingga Pura

"Anak-anak muda sekarang lebih tertarik pada pekerjaan lain. Bertani itu seperti 'uleh-ulehan terakhir' bagi mereka, pilihan jika tidak ada pekerjaan lain," ujar Suka Artama saat ditemui di sela-sela acara panen raya yang juga dihadiri oleh Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya, Rabu, 7 Mei 2025.

 

Sat Samapta Rangkul Pemuda Labuapi Jaga Kamtibmas Lewat Dialog Humanis

Fenomena ini bukan tanpa alasan. Fluktuasi harga gabah yang tidak menentu menjadi salah satu faktor utama keengganan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Selain itu, alih fungsi lahan sawah menjadi akomodasi wisata dan peternakan juga semakin marak terjadi di sekitar Subak Aseman. Setidaknya sudah ada villa dan kandang modern yang berdiri di atas lahan subak seluas satu hektar.

"Kami berharap ke depan masih bisa terus memelihara sawah ini, tetapi tantangan utamanya adalah air," lanjut Suka Artama.

Ketersediaan air menjadi isu krusial, mengingat kondisi jaringan irigasi yang membutuhkan perbaikan. Bantuan sumur bor dari TNI di tiga titik belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan air untuk dua kali masa tanam padi dan jagung dalam setahun di wilayah Selemadeg Timur yang memiliki total lahan sawah 2.049 hektar.

 

Meski demikian, harapan untuk mempertahankan pertanian di Subak Aseman tetap membara.

Suka Artama menekankan pentingnya pelatihan bagi petani muda agar mereka melihat potensi menjanjikan dari bertani, terutama dengan adanya program Bulog yang membeli padi petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram.

 

Subak Aseman juga tidak hanya berfokus pada aspek agraris, tetapi juga melestarikan nilai-nilai kultural. Hal ini tercermin dari pelaksanaan karya Pengenteg Linggih di Pura Kahyangan Bedugul, yang menunjukkan bahwa pertanian di Bali tidak terpisahkan dari tradisi dan spiritualitas.

Bupati Tabanan pun menyatakan kesiapannya untuk membantu pelaksanaan karya tersebut pada tahun 2026.

Panen raya di Subak Aseman kali ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan tantangan regenerasi petani di Bali. Di tengah upaya menjaga ketahanan pangan dan warisan budaya, keterlibatan generasi muda menjadi kunci utama untuk keberlanjutan lumbung padi Pulau Dewata di masa depan.