4 Jenis Buah Lokal Asli Bali dengan Cita Rasa Global
- https://pixabay.com/photos/tangerine-citrus-fruit-healthy-8886641/
Gaya Hidup, VIVA Bali –Di balik keindahan pura dan pantai, Bali menyimpan kekayaan rasa yang tumbuh dari tanahnya sendiri: buah-buahan lokal yang bukan hanya menyegarkan, tapi juga sarat makna. Dari salak gula pasir yang manis hingga juwet yang sepat dan berwarna ungu pekat, buah lokal Bali adalah cerminan hubungan manusia dengan alam, tradisi, dan spiritualitas.
1. Salak Gula Pasir Sibetan dengan Rasa Manis yang Sakral
Di lereng Karangasem, salak gula pasir tumbuh di tanah vulkanik yang subur. Ukurannya kecil, kulitnya bersisik, tapi rasanya manis bersih tanpa sepat. Salak ini bukan hanya buah konsumsi, tapi juga bagian dari sesajen dalam upacara Hindu Bali. Desa Sibetan menjadi pusat budidaya salak ini, dan masyarakat setempat menjadikannya sebagai simbol kesuburan dan persembahan.
2. Jeruk Kintamani yang Segar dari Dataran Tinggi
Di Bangli, jeruk Kintamani tumbuh di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl. Rasanya manis dengan sedikit asam, cocok untuk iklim sejuk pegunungan. Jeruk ini sering digunakan dalam ritual keagamaan dan juga menjadi buah tangan favorit wisatawan. Produksinya meningkat seiring dengan pengembangan agrowisata di kawasan Kintamani, menjadikannya komoditas yang menghubungkan pertanian dan pariwisata.
3. Manggis Karangasem dengan Sensasi yang Menyembuhkan
Manggis bukan hanya buah manis berkulit ungu di Bali, ia dipercaya memiliki khasiat penyembuhan. Kulitnya digunakan sebagai bahan jamu, sementara daging buahnya menjadi simbol kemurnian dalam persembahan. Di Karangasem, manggis bahkan menjadi nama kecamatan, menandakan betapa dalamnya buah ini tertanam dalam identitas lokal.
4. Juwet Bali dengan Rasa Asam Sepat yang Tak Terlupakan
Juwet, atau jamblang, adalah buah berwarna ungu gelap dengan rasa asam sepat yang khas. Meski kini jarang ditemukan di pasar modern, juwet masih tumbuh liar di pekarangan dan pinggir jalan desa. Buah ini sering digunakan dalam upacara adat dan dipercaya memiliki efek detoksifikasi. Ia adalah bagian dari lanskap rasa Bali yang mulai dilupakan, namun tetap hidup dalam ingatan generasi tua.
Buah lokal Bali bukan sekadar hasil pertanian. Ia adalah jejak ekologi, spiritualitas, dan identitas yang tumbuh bersama masyarakatnya. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, buah-buahan ini mengingatkan kita bahwa rasa terbaik sering kali lahir dari tanah sendiri dengan tangan yang merawat, tradisi yang menjaga, dan alam yang memberi.