Gaya Hidup Konsumtif Bikin Bangkrut Diam-diam? Cek Tandanya di Sini!

Belanja impulsif bikin puas, tapi dompet bisa merana
Sumber :
  • https://www.freepik.com/free-photo/portrait

Lifestyle, VIVA Bali – Gaji baru masuk tapi seminggu kemudian sudah ludes? Atau kamu merasa makin banyak barang di rumah tapi hati tetap kosong? Bisa jadi kamu tanpa sadar sudah masuk ke dalam jebakan gaya hidup konsumtif.

Dampak Kesehatan Tidur dengan Lampu Menyala

Gaya hidup konsumtif sering kali bukan soal kebutuhan, melainkan tentang pola pikir, tekanan sosial, dan cara mengelola emosi. Berikut empat tanda utama gaya hidup konsumtif, serta pendekatan minimalis yang bisa membantumu keluar dari lingkaran boros.

1. Selalu Nunggu Gajian Tapi Cepat Habis

Bahaya Mengonsumsi Makanan Gosong, Bisa Picu Kanker

Fenomena ini sesuai dengan apa yang disebut cashless effect, yaitu pembayaran digital membuat konsumen cenderung lebih boros karena rasa sakit saat membayar jadi berkurang. Studi dari Investopedia menunjukkan bahwa penggunaan kartu, debit, dan dompet digital sering memicu overspending.

Rekomendasi dari para pakar adalah menerapkan budgeting digital, serta pelacakan pengeluaran harian. Solusi minimalis seperti mencatat arus uang setiap hari dan membagi pengeluaran per kategori bisa membantumu mengendalikan uang sebelum dia mengendalikanmu.

Awas! Jangan Keseringan Korek Kuping dengan Cotton Bud, Ini Bahayanya

2. Gengsi Bikin Dompet Tipis

Dalam literatur psikologi, ini dikenal sebagai conspicuous consumption atau gaya konsumsi yang bertujuan menunjukkan status sosial. Pola ini sering dikaitkan dengan materialisme, yang berdampak pada kecemasan, rendahnya kepuasan hidup, dan siklus konsumtif berulang seperti Diderot effect. Ketika kamu membeli satu barang baru, kamu jadi terdorong membeli hal lain demi validasi sesaat.

Solusi yang direkomendasikan adalah belajar memilih nilai jangka panjang dibanding validasi sesaat. Kamu bisa mulai dengan mempertanyakan, apakah barang ini akan berguna dalam 5 tahun ke depan, atau hanya akan jadi ajang pamer satu minggu?

3. Barang Banyak Tapi Tetap Nggak Puas

Beberapa jurnal psikologi menunjukkan bahwa materialisme memiliki hubungan negatif dengan rasa syukur dan kepuasan hidup. Semakin banyak kamu menggantungkan kebahagiaan pada barang, semakin sulit kamu merasa cukup. Praktik seperti gratitude journaling terbukti bisa meningkatkan kesadaran emosional dan mengurangi dorongan untuk belanja emosional.

Literatur juga menunjukkan bahwa emotional spending sering berasal dari rendahnya kecerdasan emosional. Dengan membangun kesadaran diri lewat journaling, kamu bisa mulai mengisi kekosongan emosional tanpa harus mengisi keranjang belanja.

4. Bad Mood = Buka E-Commerce

Fenomena ini dikenal luas sebagai retail therapy, yakni belanja untuk memperbaiki suasana hati. Sayangnya, klaim bahwa belanja bisa menyembuhkan luka bersifat maladaptif. Penelitian menunjukkan bahwa retail therapy hanya memberi kenyamanan sementara, dan bahkan bisa memperparah kondisi emosional dalam jangka panjang.

Pendekatan yang lebih sehat dan efektif adalah mengalihkan stres ke aktivitas non-finansial seperti journaling, olahraga ringan, membuat kerajinan tangan, atau sekadar istirahat dari layar. Aktivitas-aktivitas ini membantu menyalurkan emosi tanpa harus mengorbankan isi dompet.

Mulai ubah kebiasaan borosmu dengan langkah kecil seperti catat pengeluaran, kenali emosi sebelum belanja, dan biasakan rasa cukup dari dalam. Kamu nggak harus langsung jadi minimalis ekstrem, cukup mulai dari satu perubahan yang konsisten. Uangmu layak dikendalikan oleh tujuan, bukan keinginan sesaat.