Gen Z dan Tren Self-Diagnose, Antara Kesadaran Mental dan Misinformasi Digital

Gen Z konsultasi ke ahli kesehatan mental daripada self-diagnose.
Sumber :
  • https://www.wxpr.org/health/2023-08-10/mental-health-crisis-among-gen-z-sparks-concern

Lifestyle, VIVA BaliGenerasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dikenal sebagai generasi yang sangat terhubung dengan teknologi dan media sosial. Kesadaran mereka terhadap kesehatan mental meningkat, namun bersamaan dengan itu, muncul fenomena self-diagnose yang mengkhawatirkan. Dengan mudahnya akses informasi di platform seperti TikTok dan Instagram, banyak dari mereka yang mendiagnosis diri sendiri tanpa konsultasi profesional, yang dapat berujung pada kesalahan penanganan dan peningkatan kecemasan.

Rahasia Cuci Piring Berminyak Lebih Cepat & Irit Sabun

Fenomena Self-Diagnose di Kalangan Gen Z

Self-diagnose merujuk pada tindakan individu yang menetapkan diagnosis atas kondisi kesehatannya sendiri tanpa konsultasi dengan tenaga medis profesional. Di era digital, Gen Z sering kali mengandalkan informasi dari media sosial untuk memahami gejala yang mereka alami. Namun, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah video populer dengan tagar #mentalhealthtips di TikTok mengandung informasi yang menyesatkan.

Hidup Sehat Tanpa Harus Bayar Mahal

Menurut penelitian oleh Johnson et al. (2021), self-diagnose pada Gen Z seringkali dipengaruhi oleh konten di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, di mana banyak individu tanpa latar belakang profesional di bidang kesehatan mental berbagi pengalaman pribadi mereka terkait gangguan psikologis.

Risiko dan Dampak Negatif

Hidup Berdisiplin, Kunci Kesuksesan dan Kehidupan yang Lebih Bermakna

Praktik self-diagnose dapat membawa berbagai risiko, antara lain:

1. Kesalahan Diagnosis: Tanpa pengetahuan medis yang memadai, individu dapat salah mengartikan gejala yang dialami, yang berpotensi memperburuk kondisi kesehatan mental mereka.

2. Peningkatan Kecemasan: Membaca informasi yang tidak akurat atau menyesatkan dapat meningkatkan kecemasan dan stres, terutama jika individu merasa memiliki gangguan serius berdasarkan informasi tersebut.

3. Mengabaikan Bantuan Profesional: Keyakinan bahwa mereka telah memahami kondisi mereka sendiri dapat membuat individu enggan mencari bantuan dari tenaga medis profesional, yang sebenarnya sangat diperlukan untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.

Fenomena ini juga dapat menyebabkan cyberchondria, yaitu kecemasan berlebihan setelah mencari informasi kesehatan di internet

Langkah Pencegahan dan Edukasi

Untuk mengatasi fenomena self-diagnose, diperlukan langkah-langkah berikut:

1. Meningkatkan Literasi Kesehatan Mental: Edukasi mengenai pentingnya konsultasi dengan tenaga medis profesional dan bahaya self-diagnose harus ditingkatkan, terutama di kalangan Gen Z.

2. Validasi Sumber Informasi: Gen Z perlu diajarkan untuk memverifikasi informasi yang mereka peroleh dari internet dan media sosial, serta mengandalkan sumber yang terpercaya dan berbasis ilmiah.

3. Akses Mudah ke Layanan Kesehatan Mental: Pemerintah dan organisasi terkait harus memastikan bahwa layanan kesehatan mental mudah diakses dan terjangkau, sehingga individu tidak perlu mengandalkan self-diagnose.

Kesimpulan

Kesadaran Gen Z terhadap kesehatan mental adalah langkah positif menuju masyarakat yang lebih peduli akan kesejahteraan psikologis. Namun, praktik self-diagnose yang didorong oleh informasi dari media sosial dapat membawa dampak negatif yang serius. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menyediakan edukasi yang tepat dan akses yang mudah ke layanan kesehatan mental profesional.