Nilai Spiritualitas dalam Tradisi Sakral Ngurek Bali
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Ngurek_dalam_penyambutan_hari_raya_nyepi.jpg
Budaya, VIVA Bali – Tradisi Ngurek (atau disebut juga Ngunying) adalah bagian dari seni ritual masyarakat Bali, khususnya dalam upacara karya atau piodalan. Menurut informasi yang dipaparkan oleh Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, Ngurek melibatkan prosesi pembersihan atau “penyucian” benda-benda suci, seperti patung dewa, candi, dan pekarangan pura, dengan larutan air suci serta media tambahan pelengkap.
Makna di balik prosesi Ngurek sangat dalam. Sebagaimana dijelaskan di situs resmi Kota Denpasar, Ngurek bukan hanya soal menyiram air ke benda suci. Di dalamnya terkandung harapan agar benda keramat itu tetap suci dan menjadi media perantara yang bersih antara dunia manusia dan alam gaib. Prosesi ini diyakini menjaga keselarasan kosmik dan keseimbangan alam spiritual sekitar pura.
Pelaksanaan Ngurek umumnya diawali dengan prosesi pendahuluan, sesaji, pengundangan roh leluhur, hingga doa pemanggilan. Setelah itu, pihak pura akan membersihkan arca atau area suci dengan air tirta yang dicampur bunga, minyak wangi, dan kadang dedaunan suci. Proses ini dilakukan dengan penuh khidmat oleh pendeta atau petugas adat yang memahami ritus tersebut. Menurut informasi dari situs Kota Denpasar, para jin atau roh leluhur juga “diundang” agar bisa hadir dalam prosesi pembersihan, mendampingi kesucian objek yang dinyatakan.
Keluwesan dalam pelaksanaan Ngurek memungkinkan adaptasi di berbagai desa dan pura. Beberapa pura menyesuaikan media pembersihan sesuai karakter lokal, seperti menambahkan akar kayu suci atau tumbuhan endemik tertentu. Tujuannya agar prosesi memiliki identitas khusus di tiap daerah Bali. Perpustakaan Digital Budaya Indonesia mencatat bahwa ragam cara Ngurek mencerminkan bahwa seni ritual sesungguhnya hidup dalam keragaman lokal yang menghargai akar budaya masing-masing.
Kendati bersifat sakral, reliansi Ngurek terhadap pemahaman generasi muda menjadi tantangan. Seiring zaman dan mobilitas masyarakat, pengetahuan ritual seperti Ngurek mulai terkikis. Prosesi yang berkaitan dengan benda suci di pura besar lebih mudah dilaksanakan daripada di pura kecil atau subak. Hal ini tampak dari catatan Pemerintah Kota Denpasar bahwa di beberapa pura kecil, Ngurek kadang disederhanakan atau digabung dengan upacara piodalan biasa.
Pemerintah daerah dan lembaga adat Bali berupaya melestarikan tradisi ini melalui sosialisasi ritual ke siswa sekala desa, pelatihan teknis pelaksanaan ritus, dan dokumentasi prosesi. Keterlibatan generasi muda melalui pendidikan agama Hindu di Bali menjadi media agar pemahaman Ngurek tetap hidup. Dalam banyak pura besar di Denpasar, prosesi Ngurek masih rutin dilakukan dalam karya besar setiap tahun.