Liang Liong Tari Naga Penuh Energi yang Melambangkan Persatuan dan Keberagaman
- https://www.instagram.com/p/C_rrvCdyOZv/?igsh=MXNxNWo4bmc2Y2o3NA==
Budaya, VIVA Bali –Tari Naga atau Liang Liong adalah salah satu seni pertunjukan tradisional masyarakat Tionghoa yang identik dengan perayaan Tahun Baru Imlek. Di Indonesia, tarian ini kerap dipentaskan di kawasan pecinan, kelenteng, hingga acara budaya, sebagai simbol datangnya keberuntungan dan kemakmuran. Dalam pementasannya, satu regu penari mengusung tubuh naga panjang menggunakan belasan tongkat. Penari terdepan mengendalikan kepala naga yang digerakkan dengan cara diangkat, digoyangkan, hingga diayunkan ke berbagai arah, seolah naga hidup dan bergerak lincah (wikipedia.org).
Sejarah Tari Naga dilansir dari wikipedia.org, menjelaskan sudah ada sejak masa Dinasti Han (180–230 SM) dan awalnya terkait dengan budaya agraris masyarakat Tiongkok. Naga dipandang sebagai makhluk sakral pembawa hujan, kesuburan, dan kehidupan. Pertunjukan ini kemudian berkembang pada masa Dinasti Sung (960–1279 M) dan semakin populer sebagai bagian dari perayaan rakyat. Menurut antropolog James Danandjaja dalam Folklor Tionghoa, naga dianggap sebagai lambang kekuasaan kekaisaran sekaligus simbol kekuatan supranatural. Tidak heran bila kaisar Tiongkok kuno menyebut diri mereka sebagai naga, yang melambangkan kewibawaan, kesuburan, dan kebajikan.
Tari Naga dibawakan secara beregu dengan komposisi yang menuntut kekompakan tinggi, stamina prima, serta latihan koreografi yang intensif. Dilansir dari indonesiakaya.com, sebelum tampil para penari biasanya menjalani latihan fisik dan ritual agar pertunjukan berjalan lancar. Saat pertunjukan, naga bergerak berkelok-kelok mengikuti irama musik keras dari tambur, gong, dan simbal. Gerakan khas seperti naga tidur atau berputar spiral menjadi bagian dari pola dasar tarian. Tak jarang, efek asap dari kepala naga ditambahkan untuk menambah kesan magis dan meriah.
Hingga saat ini, Tari Naga menjadi salah satu ikon budaya Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hampir setiap kelenteng memiliki kelompok Tari Naga yang rutin tampil saat Imlek atau Cap Go Meh. Di Indonesia, pertunjukan ini juga mengalami akulturasi budaya, salah satunya di Malang, Jawa Timur, di mana Tari Naga dipadukan dengan kesenian lokal bantengan. Dalam tradisi masyarakat, naga tidak hanya beratraksi di satu lokasi, melainkan diarak berkeliling permukiman. Masyarakat dapat memberikan angpao dengan memasukkannya ke mulut naga, yang diyakini membawa hoki bagi si pemberi (indonesiakaya.com).
Tari Naga bukan hanya pertunjukan hiburan, melainkan juga manifestasi penghormatan terhadap naga sebagai makhluk mitologis pembawa keberuntungan. Selain menjadi simbol tradisi Tionghoa, Tari Naga di Indonesia kini juga mencerminkan akulturasi budaya yang memperkaya identitas bangsa. Di sejumlah daerah, pertunjukan ini tidak hanya digelar di kawasan pecinan, tetapi juga menjadi bagian dari festival budaya lintas etnis. Dengan gerakan dinamis, iringan musik yang menghentak, serta makna filosofis yang dalam, Tari Naga terus bertahan sebagai warisan budaya yang merefleksikan semangat kebersamaan, harapan, dan keberuntungan bagi siapa pun yang menyaksikannya.