Melihat Mantra Pangujanan sebagai Doa, Simbol, dan Jejak Kuno Bencana

Deras hujan di bumi dewa gugusan
Sumber :
  • https://unsplash.com/id/foto/sekelompok-orang-berjalan-di-tengah-hujan-dengan-payung-PPfm4jQsw44

Menariknya, tradisi ini sekaligus menjadi ruang sosial. Masyarakat berkumpul, mempererat solidaritas, dan merasakan ikatan spiritual bersama. Ritual hujan bukan hanya urusan individu, melainkan urusan komunal yang menyatukan desa dalam menghadapi ketidakpastian alam.

Liang Liong Tari Naga Penuh Energi yang Melambangkan Persatuan dan Keberagaman

 

Catatan Bencana dalam Budaya

Tambak Karang, Tradisi Lukisan Beras Warna-warni dalam Menyemarakkan Upacara Adat Kutai

 

Bila ditelusuri lebih dalam, mantra pangujanan berfungsi seperti “arsip budaya” tentang bencana. Ungkapan-ungkapan dalam teks menggambarkan ingatan kolektif tentang banjir besar, badai, atau kekeringan yang pernah melanda. Dengan demikian, mantra bukan sekadar doa, tetapi juga narasi yang menyimpan pengetahuan ekologis masyarakat tradisional.

Petirtaan Ken Dedes, Pemandian Bersejarah yang Menjadi Simbol Kesucian Putri Raja

 

Para peneliti menekankan bahwa tradisi ini menunjukkan cara unik masyarakat Bali dalam membaca fenomena alam. Alih-alih melihat bencana hanya sebagai musibah, mereka menafsirkannya sebagai pesan kosmis yang harus dijawab dengan sikap hormat, doa, dan ritual.

Halaman Selanjutnya
img_title