Mekare-kare, Perang Pandan Sakral di Desa Tenganan

Ilustrasi pelaksanaan Mekare-kare, perang pandan sacral di Bali.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Daya_Tarik_Desa_Tenganan.jpg

Tradisi, VIVA Bali –Bali dikenal sebagai pulau dengan ribuan pura, tetapi juga dengan tradisi-tradisi unik yang diwariskan turun-temurun. Salah satunya adalah Mekare-kare, atau lebih populer disebut perang pandan. Tradisi ini digelar setiap tahun di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Karangasem, sebagai bagian dari upacara Usaba Sambah, salah satu rangkaian ritual terbesar di desa tersebut.

 

Sekilas, Mekare-kare terlihat seperti ajang perkelahian. Para pria bertelanjang dada saling berhadapan, memegang ikatan daun pandan berduri yang dijadikan senjata, dan perisai rotan sebagai pelindung. Mereka kemudian beradu dalam pertarungan singkat, dengan tubuh penuh goresan akibat duri pandan. Namun, di balik suasana yang tampak keras, ritual ini sesungguhnya sarat makna spiritual.

 

Menurut laporan Now Bali, Mekare-kare merupakan bentuk persembahan bagi Dewa Indra, dewa perang dalam mitologi Hindu. Pertarungan pandan dipandang sebagai simbol keberanian dan pengabdian kepada sang dewa. Luka-luka kecil yang dialami para peserta dianggap bukan penderitaan, melainkan tanda penghormatan yang tulus. Seperti dijelaskan dalam artikel tersebut, darah yang menetes dari tubuh para peserta dimaknai sebagai “persembahan suci” kepada para leluhur.

 

Mekare-kare juga menjadi sarana pendidikan nilai bagi pemuda desa. Dengan ikut serta dalam tradisi ini, mereka belajar tentang arti keberanian, ketangguhan, sekaligus kebersamaan. Setiap pertarungan dijalani tanpa dendam. Begitu usai, para peserta saling berjabat tangan, bahkan bercanda, seolah tidak pernah bertarung. Hal ini menunjukkan bahwa inti dari Mekare-kare bukanlah kekerasan, melainkan solidaritas sosial.