Raja Juli Gagal Urus Konflik Agraria, Menhut Kena Semprot Aktivis di DPR
- https://m.antaranews.com/berita/4400293/profil-raja-juli-antoni-sekjen-psi-yang-masuk-radar-menteri-prabowo
Jakarta, VIVA Bali –Menhut Raja Juli Antoni kena semprot Dewi Kartika di DPR karena 9.000 hektar sawah di Cilacap masih diklaim Perhutani, puluhan tahun konflik agraria tak terselesaikan.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menjadi sorotan tajam dalam audiensi di DPR RI.
Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), tanpa tedeng aling-aling menyemprot Menhut terkait konflik agraria yang sudah puluhan tahun menggantung dan belum terselesaikan.
Audiensi ini dihadiri oleh pimpinan DPR RI dan lima menteri Kabinet Merah Putih, membahas persoalan agraria yang menimpa petani di berbagai daerah.
Dewi membuka pertemuan dengan memaparkan data-data konflik lahan serta kasus kekerasan yang menimpa masyarakat tani.
Nada tegas Dewi seketika menyita perhatian, karena menyinggung langsung kelemahan pemerintah dalam menuntaskan konflik agraria yang bersifat kronis.
“Di Kementerian Kehutanan, Bapak Raja Juli, akhirnya kita bisa bertemu lagi. Saya pernah mengajak Bapak ke Desa Bulupayung, Kabupaten Cilacap,” ujar Dewi. Rabu, 24 September 2025.
“Itu adalah konflik agraria yang sudah berlangsung puluhan tahun dan berlarut-larut dengan Perhutani,” lanjut Dewi.
Dewi menekankan bahwa 9.000 hektar lahan pertanian di Cilacap merupakan lumbung pangan nasional yang sangat vital bagi ketahanan pangan Indonesia.
Namun, lahan produktif yang digarap petani ini justru masih diklaim sebagai kawasan hutan oleh Perhutani, padahal mayoritas wilayah tersebut telah lama dimanfaatkan untuk bercocok tanam.
“Mana ada hutan? Kenapa tanah-tanah pertanian produktif yang dikerjakan kaum tani itu tidak kunjung dilepaskan dari klaim Perhutani?” tanya Dewi, suaranya menembus ruang rapat.
Aktivis itu menambahkan bahwa pemerintah desa dan pemerintah daerah setempat bahkan kebingungan menghadapi masalah ini.
Jalan rusak dan hambatan distribusi hasil panen menjadi persoalan klasik karena status lahan masih dikategorikan kawasan hutan atau berada di dalam Hak Guna Usaha (HGU) Perhutani dan PTPN.
Menurut Dewi, masyarakat yang menggarap lahan tersebut sudah berkontribusi nyata terhadap pembangunan nasional.
Dewi menegaskan bahwa solusi konflik agraria tidak bisa hanya sebatas janji.
“Petani sudah menunggu puluhan tahun, tapi tanah mereka masih diklaim sebagai hutan atau HGU. Ini bukan sekadar masalah administratif, ini soal kehidupan dan ketahanan pangan nasional,” ujar Dewi.
Tanah itu menjadi sumber pangan, penghidupan, dan kesejahteraan lokal.
Namun, birokrasi dan klaim yang tumpang tindih membuat petani terus menjadi pihak yang dirugikan.
Menanggapi tudingan itu, Raja Juli menyatakan pemerintah sedang mencoba mengatasi hambatan birokrasi dan berharap koordinasi dengan Perhutani bisa lebih lancar.
Raja Juli mengakui pernah meninjau langsung hamparan padi yang menguning di Cilacap.
Raja Juli mengaku sudah berupaya melepaskan lahan pertanian dari kawasan hutan, tetapi langkah itu terkendala birokrasi internal Perhutani.
“Memang ada macet di Perhutani. Kehutanan Perhutani ini menjadi kunci penting,” ujar Raja Juli.
Pernyataan ini seolah memberi alasan, namun tidak meredam ketegasan Dewi yang menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak cepat.
Audiensi ini dipimpin langsung Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, didampingi dua Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal dan Saan Mustopa.
Pertemuan tersebut berlangsung panas, karena beberapa isu klasik konflik agraria kembali mencuat, mulai dari sengketa lahan, klaim kawasan hutan, hingga akses petani terhadap sarana pertanian dan distribusi pangan.
Kasus di Cilacap hanyalah salah satu contoh konflik yang berlangsung bertahun-tahun di berbagai daerah.
Banyak wilayah pertanian yang masuk klaim Perhutani atau PTPN, sehingga program-program pertanian sulit dijalankan.
Jalan yang rusak, irigasi yang tidak berfungsi, hingga kesulitan mengangkut hasil panen menjadi problem nyata bagi petani lokal.