Kasus Chromebook Rp1,9 Triliun, Mantan Presiden Jokowi Berpotensi Dimintai Pertanggungjawaban
- viva.co.id
Jakarta, VIVA Bali –Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim disoroti publik akibat dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Pakar hukum pidana menyuarakan bahwa pihak-pihak yang terlibat memiliki peluang mendapatkan konsekuensi hukum.
Febby Mutiara Nelson, salah satu Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), mengevaluasi ada kemungkinan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan terseret untuk dimintai pertanggungjawaban hukum apabila terkonfirmasi terlibat dalam kasus tersebut.
"Kalau nanti dalam proses hukum terbukti bahwa persiden secara aktif terlibat atau memberikan perintah yang melanggar hukum dalam program Chromebook ini, maka tentu pertanggungjawaban pidana tidak bisa dikecualikan," tutur Febby. Jumat 5 September 2025 dikutip dari tvOne.
Beliau menekankan bahwa hukum pidana berlaku pada siapapun tanpa pandang bulu, termasuk presiden jika terkonfirmasi ikut serta melakukan perbuatan yang melawan hukum.
"Dalam prinsip hukum pidana, setiap orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bisa dimintai pertanggungjawaban, tidak peduli jabatan, kecuali ada alasan pembenar atau alasan pemaaf," jelas Febby.
Meskipun tanggung jawab hukum umumnya di tingkat kementerian, menurut beliau tidak bisa menutup kemungkinan adanya konsekuensi hukum terhadap Jokowi jika terkonfirmasi terlibat langsung muncul dalam proses penyidikan.
Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek.
"Menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM," informasi Anang Supriatna sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Kamis 4 September 2025.
Empat terseret lain juga terseret dalam kasus ini. Kejagung menetapkan Jurist Tan (mantan Status Mendikbudristek), Ibrahim Arief alias IBAM (eka konsultan teknologi di Kemendikbudristek), serta dua pejabat kementerian Sri Wahyuningsih (eks Direktur SD) dan Mulyatsyah (eka Direktur SMP) yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kerugian dari proyek pengadaan digitalisasi pendidikan periode 2019-2022 mencapai Rp 1,9 triliun dari hasil penyidikan.
Nurcahyo Jungkung Madyo, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung RI, menjelaskan pihaknya masih mendalami keuntungan yang didapatkan Nadiem dari proyek ini.
"Semua itu masih kami dalami," ujar Nurchayo.
Kejaksaan mengungkap, Nadiem Makarim berperang penting dalam pengadaan Chromebook karena diduga memberikan perintah pemilihan ChromeOS untuk menunjang program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.